I.
Sejarah Gerakan Non-Blok
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di
Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya GNB. KAA
I.
Sejarah Gerakan Non-Blok
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di
Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya GNB. KAA diselenggarakan pada
tanggal 18-24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala
Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja mencapai kemerdekaannya.
KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu
itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut
pada tataran hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasa Sila Bandung’ yang
dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan
kerjasama antara bangsa-bangsa. Sejak saat itu proses pendirian GNB semakin
mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci
sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame
Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno,
dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal
sebagai para pendiri GNB.
GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1-6 September 1961. KTT I
GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yeman, Myanmar,
Cambodia, Srilanka, Congo, Cuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India,
Indonesia, Iraq, Lebanon, Mali, Morocco, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan,
Suriah, Tunisia dan Yugoslavia. Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB
ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi
untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya
kerjasama di antara mereka. Pada KTT I juga ditegaskan bahwa GNB tidak
diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk
memformulasikan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan
negara-negara anggotanya.
GNB menempati posisi khusus dalam
politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran
sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di Bandung dan
menghasilkan ‘Dasa Sila Bandung’ yang menjadi prinsip-prinsip utama GNB,
merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali
pendirian GNB. Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh
penggagas dan pendiri GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekedar dari peran
yang selama ini dikontribusikan, tetapi terlebih-lebih mengingat prinsip dan
tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia
sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
II.
Tujuan
GNB
Tujuan GNB mencakup
dua hal, yaitu tujuan ke dalam dan ke luar.
1. Tujuan ke dalam, yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan
ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara maju.
2. Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan
antara blok Barat dan blok Timur menuju perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk mewujudkan
tujuan tersebut, negara-negara Non blok menyelenggarakan konferensi tingkat
tinggi (KTT). Pokokpembicaraan utama adalah membahas persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan tujuan Non blok dan ikut mencari solusi terbaik terhadap
peristiwa-peristiwa intemasional yang membahayakan perdamaian dan keamanan
dunia.
Tujuan utama GNB semula difokuskan
pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional,
kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting
lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer
multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme;
perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan
dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan
atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial
dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama
internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu
ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu, GNB
dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna
membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru
(New International Economic Order).
Menyusul runtuhnya Tembok Berlin
pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul
perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang
menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak
bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan
energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin,
di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara
negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional.
Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi negara
berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus
perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.
III.
Prinsip dasar Non-Blok
Non-Blok didirikan berdasarkan
prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang dikenal
dengan sebutan Dasasila Bandung pada bulan April 1955 di Bandung (Inodesia).
Substansi Dasasila Bandung berisi tentang “pernyataan
mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerja sama dunia”. Dasasila Bandung
memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru, sebagai
berikut :
1)
Menghormati
hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asa-asa yang termuat didalam
piagam PBB.
2)
Menghormati
kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3)
Mengakui
persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil.
4)
Tidak
melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan-persoalan dalam negeri
negara lain.
5)
Menghormati
hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara individu maupun
secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6)
(aTidak
menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, (b) Tidak melakukan
campur tangan terhadap negara lain.
7)
Tidak
melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap
integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
8)
Menyelesaikan
segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrase, atau penyelesaian masalah hokum, ataupun lain-lain cara
damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam
PBB.
9)
Memajukan
kepentingan bersama dan kerja sama.
10)
Menghormati
hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
IV. Pendiri gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok (GNB) (bahasa Inggris: Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin “kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok” dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik.[1] Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.
Anggota-anggota penting di
antaranya Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia,
Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik
Rakyat Cina. Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang
dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak
beraliansi salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai
hubungan yang dekat dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu
dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk
lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti
misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini
sempat terpecah pada saat Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979.
Ketika itu, seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB,
terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama
untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
V.
Anggota Gerakan Non-Blok
Pasca Perang Dunia
II muncul dua blok raksasa dunia, yaitu blok Barat dan blok Timur. Blok Barat
yang berhaluan liberalis dan kapitalis dipimpin Amerika Serikat, dengan
anggotanya Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Jerman Barat, Kanada, Belgia,
Australia, Norwegia, Turki, Yunani, dan Portugal. Blok Timur yang berhaluan
komunis dipimpin Uni Soviet dengan anggota, seperti Polandia, Jerman Timur,
Hongaria, Bulgaria, Rumania, Cekoslowakia, dan Albania.
Blok Barat dan blok
Timur selalu terlibat dalam ketegangan yang berlanjut pada “perang dingin”. Ketegangan
tersebut disebabkan adanya perbedaan ideologi, saling berlomba senjata nuklir,
perluasan lingkungan dan rivalitas blok melalui pembentukan pakta milker yang
dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk meredakan
ketegangan di antara dua blok, negara-negara yang cinta damai mengupayakan
berbagai pertemuan untuk mencari solusi terbaik guna mewujudkan perdamaian dan
keamanan dunia. Pada tahun 1955 beberapa negara Asia dan Afrika mengikuti
Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Demikian juga pada tahun 1956, negara wan
Yugoslavia, Indonesia dan India melakukan pertemuan di Pulau Brioni
(Yugoslavia) yang mencetuskan ide pembentukan Gerakan Negara-negara Non blok.
Gerakan Non blok
merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki blok Barat ataupun blok
Timur. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif
sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa
internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan obyek kepentingan
dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional. Negara-negara ini pun
tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut
pengaruh.
Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pemrakarsa
berdirinya Non blok lebih dikenal sebagai The Initiative of Five, yaitu1. Presiden Soekarno (Indonesia),
2. Presiden Yosep Broz Tito (Yugoslavia),
3. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
4. Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India),
5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama
|
Asal
Negara
|
Mulai
|
Akhir
|
1998
|
|||
2003
|
|||
sekarang
|
VI.
Kegiatan GNB & KTT Gerakan Non Blok Digelar
KTT Gerakan Non Blok ke-15 digelar di Sharm el Sheik, Mesir, tanggal 15 dan 16 Juli ini. Lebih dari 50 pemimpin negara berkembang membicarakan tindakan mengatasi krisis ekonomi global guna mencegah terulangnya krisis.
Dunia memerlukan sistem
keuangan yang lebih adil terhadap negara berkembang, demikian disepakati para
pemimpin negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Sharm el
Sheik, Mesir, hari Rabu (15/07).
Dalam kesempatan itu,
Presiden Kuba Raul Castro mengatakan bahwa negara berkembanglah yang paling
menderita akibat krisis keuangan. “Dan seperti biasanya, negara kaya merupakan
penyebab krisis, yang dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi internasional yang
tidak logis, yang tergantung pada prinsip pasar buta dan konsumsi, dan kekayaan
pihak tertentu,“ tambah Castro. Castro juga menyerukan dibentuknya “sistem ekonomi
berimbang“.
Krisis keuangan global
juga berdampak buruk pada Kuba. Negara kecil di kepulauan Karibia itu mengalami
penurunan produksi dalam negeri dan terpaksa menutup sejumlah pabriknya. Mesir
juga mengalami hal mirip. “Kami menghadapi bagian terbesar dampak krisis,
tekanan dan penderitaannya,“ ungkap Presiden Mesir Hosni Mobarak. Mesir tahun
ini mendapat giliran untuk memimpin organisasi Gerakan Non Blok, setelah sejak
tiga tahun lalu dipegang oleh Kuba.
“Kami menyerukan adanya sistem baru di bidang
politik internasional, ekonomi dan perdagangan. Sistem yang lebih berimbang
supaya dapat mencegah diskriminasi dan standar ganda, memenuhi kepentingan
semua pihak, mempedulikan negara berkembang, dan menciptakan perundingan
demokratis antara negara kaya dan miskin,“ demikian dikatakan Hosni Mobarak.
Sementara itu,
Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo, yang juga hadir mengatakan, “Masalah
yang menimpa kemanusiaan ini sangat parah. Bukan saatnya lagi untuk menerapkan
ideologi dengan kaku, sementara orang-orang miskin semakin menderita.”
Macapagal-Arroyo menambahkan, Gerakan Non Blok dapat memberikan reaksi lebih
baik dengan berbicara “satu suara”.
Pemimpin Libya
Muammar Gaddafi juga memberikan pidato di depan para pemimpin negara berkembang
yang hadir di pertemuan puncak di Sharm el Sheik. Gaddafi menyerukan Gerakan
Non Blok untuk membentuk dewan keamanan sendiri sebagai penyeimbang Dewan
Keamanan PBB. Dikatakannya, “Dewan Keamanan PBB tidak punya kekuasaan terhadap
negara-negara terkuat dunia.”
“Kita tidak punya akses menuju organisasi
internasional, seperti Dewan Keamanan PBB dan Dana Moneter Internasional,”
demikian ditambahkan Gaddafi. Menurut Gaddafi, Dewan Keamanan PBB hanya
berfungsi untuk anggota tetapnya. Sementara IMF, walau pun namanya internasional,
IMF hanya mendahulukan kepentingan kelompok tertentu.
Dalam pertemuan hari
pertama KTT Non Blok di Sharm el Sheik, kelompok Hamas Palestina mengeluarkan
pernyataan tertulis mengimbau para pemimpin negara untuk membantu mengakhiri
blockade di Jalur Gaza. Presiden Kuba Raul Castro menegaskan kembali dukungan
Gerakan Non Blok terhadap warga Palestina dan “negara Arab yang diduduki”.
Castro mengatakan, masalah ini tetap berada di agenda teratas Gerakan Non Blok.
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok kali ini telah menjembatani
komunikasi negara-negara yang menghadapi ketegangan hubungan.
Perdana Menteri
India Mahmohan Singh dan Perdana Menteri Pakistan Yousouf Raza Gilani bertemu
untuk membicarakan kemungkinan perundingan damai. Menteri Luar Negeri India
Shri Shivshankar Menon dan Menteri Luar Negeri Pakistan Salman Bashir, hari
Selasa (14/07), sudah bertemu untuk membicarakan peristiwa serangan bom di
Mumbai, November lalu. India menuding kelompok militan Lashkar-e-Taiba dari
Pakistan mendalangi peristiwa tersebut.
Keanggotaan Gerakan
Non Blok sejak berdirinya tahun 1961 bertambah dengan pesat. Pertambahan
gerakan ini dapat dilihat dari peserta setiap konferensi tingkat tingkat tinggi
yangdiadakanseperti:
KTT GNB I (1961)
KTT GNB I (1961)
Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Gerakan Non Blok (GNB) I berlangsung di Beograd, Yugoslavia pada tanggal
6 September 1961. sekitar 23 negara sepakat menjadi anggota GNB dalam
konferensi yang diprakarsai lima pemimpin yang menjadi sponsor pendirian GNB
itu adalah
• Presiden Soekarno (Indonesia)
• Presiden Gamal Abdul Naser (Mesir)
• Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia)
• PM Pandit Jawaharlal Nehru (India) dan
• Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)
Tujuan KTT I ini guna mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. KTT I ini merupakan kelanjutan dari KAA 1955 di Bandung. Dalam konferensi rasa, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta perlucutan senjata. Pelaksanaan KTT I ini didorong oleh adanya krisis Kuba. Konferensi ini dihadiri oleh 25 negara dan menghasilkan Deklarasi Beograd yang intinya menyerukan untuk menghentikan perang dingin dan mendamaikan antara Amerika Serikat dan UniSoviet.
KTT GNB II (1964)
• Presiden Soekarno (Indonesia)
• Presiden Gamal Abdul Naser (Mesir)
• Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia)
• PM Pandit Jawaharlal Nehru (India) dan
• Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)
Tujuan KTT I ini guna mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. KTT I ini merupakan kelanjutan dari KAA 1955 di Bandung. Dalam konferensi rasa, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta perlucutan senjata. Pelaksanaan KTT I ini didorong oleh adanya krisis Kuba. Konferensi ini dihadiri oleh 25 negara dan menghasilkan Deklarasi Beograd yang intinya menyerukan untuk menghentikan perang dingin dan mendamaikan antara Amerika Serikat dan UniSoviet.
KTT GNB II (1964)
KTT II ini
diselenggarakan pada tanggal 5 – 10 Oktober 1964 di Kairo Mesir, dipimpin oleh
Presiden Gamal Abdul Naser. KTT ini dihadiri oleh 48 negara peserta dan 10
negara pengamatin imemberikan perhatian kepada masalah-masalah ekonomi. Dalam
KTT yang diselenggarakan dua kali ini mulai tampak ada pertentangan antara
kelompok negara modern dibawah pimpinan Nehru dan kelompok negara radikal
dipimpin oleh Soekarno dan Nkrumah.
KTT GNB III (1970)
KTT GNB III (1970)
KTT III diselenggarakan
di Lusaka, Zambia pada tanggal 8 – 10 September 1970, dipimpin oleh Presiden
Kenneth Kaunda. Tema pokok KTT ini adalah permasalahan rezim resialis minoritas
kulit putih di Afrika Selatan. KTT ini dihadiri oleh 54 negara peserta dan 9
negara pengamat.
KTT GNB IV (1973)
KTT GNB IV (1973)
KTT IV berlangsung
pada tanggal 5 – 9 September 1973 di Algiers, Aljazair dibawah pimpinan
Presiden Houari Boumedienne. KTT terselenggara pada saat hubungan kedua blok
membaik. Tema pokok KTT IV ini adalah masalah negara-negara melarat. KTT
dihadiri oleh 75 negara peserta. Pengamat terdiri atas organisasi gerakan
kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan Amerika Latin.
KTT GNB V (1976)
KTT GNB V (1976)
KTT V dilaksanakan
pada tanggal 16 – 19 Agustus 1976 di Colombo, Srilanka dipimpin oleh PM Ny.
Sirimavo Bandaranaike. KTT ini mempertegas kepentingan negara-negara Non Blok
yang dirugikan oleh tata ekonomi dunia yang tidak adil, yang dapat mengancam
perdamaian dunia. KTT ini juga ditandai adanya persaingan antara sesama negara
anggota Non Blok. India, Indonesia dan Yugo berusaha mencegah timbulnya
perpecahan di antara mereka. Hasilnya dituangkan dalam “Deklrasi dan Program
Aksi Colombo” yang intinya antara lain: melanjutkan dan meningkatkan program
Gerakan Non Blok ke arah tata ekonomi dunia baru.
KTT GNB IV (1979)
KTT GNB IV (1979)
KTT IV
diselenggarakan di Havana, Cuba dipimpin oleh Presiden Fidel Castro. KTT ini
diselenggarakan pada tanggal 3 – 7 September 1979 ini dihadiri oleh 94 negara
peserta peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi. KTT diliputi oleh pertentangan
antara kelompok moderat dan radikal, tetapi telah berhasil merumuskan deklarasi
politik yang berisi revolusi yang memperkuat prinsip-prinsip Non Blok terhadap
dominasi ekonomi asing yang merugikan negara berkembang. Keanggotaan Kamboja
belum dapat diselesaikan maka Kamboja hadir sebagai peninjau
KTT GNB VII (1983)
KTT GNB VII (1983)
KTT VII yang
sedianya akan diselenggarakan di Bagdad pada bulan September 1982 batal karena
terjadi perang Irak – iran. Akhirnya diselenggarakan di India pada tanggal 7 –
12 Maret 1983, dipimpin oleh PM. Ny. Indira Gandhi. KTT ini dihadiri 101 negara
dan memutuskan untuk memberikan dukungan penuh bagi rakyat Afganistan untuk
memutuskan nasibnya sendiri, dengan sistem sosial ekonomi yang bebas dari
campur tangan asing.
KTT GNB VIII (1986)
KTT GNB VIII (1986)
KTT VIII
diselenggarakan di Harare, Zimbabwe dipimpin oleh PM robert Mugabe, pada 1
September 1986 – 6 September 1986 yang dihadiri oleh 101 negara. KTT tetap
mendukung Afganistan dalam menentukan nasibnya sendiri
KTT GNB IX (1989)
KTT GNB IX (1989)
KTT IX
diselenggarakan pada tanggal 4 – 7 September 1989 di bawah pimpinan Presiden
Dr.JanesDrnovsek.KTTinidihadirioleh102negara. Dalam KTT ini menetapkan bahwa
untuk memperkuat setia kawan internasional dan kerjasama bagi pembangunan alih
teknologi adalah mutlak serta perlunya dialog-dialog Selatan-Selatan. KTT juga
membahas mengenai pelestarian lingkungan hidup, yaitu menghindarkan pencemaran
terhadap air, udara, dan tanah serta menghindarkan perusakantanah dan
pembabatan hutan.
KTT GNB X (1992)
KTT GNB X (1992)
KTT X
diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada 1 September 1992 – 7 September 1992,
dipimpin oleh Soeharto. KTT ini dihadiri oleh lebih dari 140 delegasi, 64
Kepala Negara. KTT ini menghasilkan “Pesan Jakarta” yang mengungkapkan sikap
GNB tentang berbagai masalah, seperti hak azasi manusia, demokrasi dan
kerjasama utara selatan dalam era pasca perang dingin.
Hasil KTT ini yang terpenting adalah :
• Hak azazi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya bahwa kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asazi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.
• Prihatin atas beban hutang dari negara-negara berkembang.
• Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerjasama dan penggabungan internasional
• Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi, sosial dan negara-negara berkembang
• GNB memberikan perhatian terhadap masalah aparthid di Afrika Selatan di samping mengutuk terhadap pembasmian etnis Bosnia.
• Menyambut baik hasil Pertemuan Puncak Bumi di Rio de Jeneiro tentang lingkungan hidup dan pembangunan
KTT GNB XI (1995)
Hasil KTT ini yang terpenting adalah :
• Hak azazi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya bahwa kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asazi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.
• Prihatin atas beban hutang dari negara-negara berkembang.
• Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerjasama dan penggabungan internasional
• Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi, sosial dan negara-negara berkembang
• GNB memberikan perhatian terhadap masalah aparthid di Afrika Selatan di samping mengutuk terhadap pembasmian etnis Bosnia.
• Menyambut baik hasil Pertemuan Puncak Bumi di Rio de Jeneiro tentang lingkungan hidup dan pembangunan
KTT GNB XI (1995)
KTT XI
diselenggarakan di Cartagena, Kolumbia yaitu Ernesto Samper Pizano 18 Oktober
1995 – 20 Oktober 1995. Pada waktu pembukaan KTT, dilakukan juga penyerahan
ketua KTT sebelumnya yaitu dari Presiden Soeharto ke Presiden Kolumbia. KTT ini
dihadiri oleh 113 Negara yang bertujuan memperjuangkan restrukturisasi dan
demokratisasi di PBB.
KTT GNB XII (1998)
KTT GNB XII (1998)
KTT XII
diselenggarakan di Cairo Mesir pada tahun 2 September 1998 – 3 September 1998.
KTT XI GNB ini dihadiri oleh 113 negara, bertujuan memperjuangkan demokratisasi
dalam hubungan internasional.
KTT GNB XIII (2003)
KTT GNB XIII (2003)
KTT XII diselenggarakan
di Kuala Lumpur, Malaysia pada 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003. Resolusi
KTT GNB Kuala Lumpur antara lain berisi penolakan tiga negara -- Iran, Irak dan
Korea Utara , atas sebutan sebagai poros kejahatan (axis of evil) oleh
Washington.
KTT GNB XIV (2006)
KTT GNB XIV (2006)
KTT XIV
diselenggarakan di Havana, Kuba 11 September 2006 – 16 September 2006.
Menghasilkan deklarasi yang mengutuk serangan Israel atas Lebanon, mendukung
program nuklir Iran, mengritik kebijakan Negara Amerika Serikat, dan menyerukan
kepada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan berkembang.
KTT GNB XV (2009)
KTT GNB XV (2009)
KTT XIV
diselenggarakan di Sharm El-Sheikh, Mesir tanggal 11-16 Juli 2009. Menghasilkan
sebuah Final Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi GNB tentang
semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB menegaskan
perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas
internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada Piagam PBB,
hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang
untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
Terkait dengan
dampak negatif krisis moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT
ke-15 menegaskan pula perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77
dan China. Suatu reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian
dan moneter global perlu dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara
berkembang dalam proses pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB.
KTT ke-15 GNB
menyatakan bahwa GNB mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat, termasuk
rakyat di wilayah yang masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB
mendukung hak-hak rakyat Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk
mendirikan negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur
sebagai ibu kota, serta solusi adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai
Resolusi PBB Nomor 194. GNB juga menolak segala bentuk pembangunan permukiman
Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur untuk tujuan mengubah peta demografis
di dua wilayah tersebut. GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi Dewan
Keamanan PBB dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan 4 Juni
1967 dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.
Konferensi Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok ke 14
Dari
tanggal 17 hingga 19 Agustus di Durban, Afrika
Selatan diadakan konferensi tingkat menteri Gerakan Non Blok
ke 14. Konferensi ini diadakan terutama untuk mempersiapkan KTT Gerakan Non
Blok ke 14 tahun depan serta perayaan peringatan 50 tahun gerakan itu di Bandung.
Sebab dulu di kota itulah diletakkan dasar Gerakan Non Blok yang dapat
dikatakan hingga sekarang sebagai organisasinya negara-negara miskin, yang peranannya
masih lemah di dalam menentukan arah politik dunia. Suatu saat mungkin Gerakan
Non Blok dapat lebih perkasa didalam menentukan arah angin perpolitikan global dengan
terlebih dahulu memperkuat secara ekonomi, politik dan militer negara-negara
anggotanya, karena tanpa semua itu GNB masih berada dalam lingkaran setan
keterbelakangan peran dan dibawah bayang-bayang dari organisasi-organisasi
politik dari negara maju yang sedemikian dominasinya.
Dua produk
pertama setelah berakhirnya Perang Dunia II adalah "Perang Dingin"
dan "Gerakan Non Blok". Produk ini muncul karena adanya perang
melawan kolonialisme dan rasisme serta tuntutan untuk mematuhi Piagam PBB. Tahun
1955 atas inisiatif PM India Jawaharlal Nehru 24 tokoh politik dari negara Asia
dan Afrika melakukan pertemuan di Bandung. Pertemuan ini dalam sejarah dikenal
sebagai Konferensi Asia-Afrika, yang dipimpin oleh tuan rumah Presiden Soekarno
dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Sebagai pelopor sebuah kelompok alternative
dalam politik dunia yang penting ketika itu, Presiden Yugoslavia Josip Broz
Tito juga mendukung gerakan ini. Pada pertemuan tahun 1956 di Yugoslavia dan
1961 di Kairo mereka mempersiapkan konferensi negara Non Blok pertama yang
kemudian diselenggarakan bulan September 1961 di Beograd. Dalam menghadapi
persenjataan atom AS, Uni Sovyet, Inggris dan Perancis, yang satu tahun kemudian
diikuti oleh Republik Rakyat Cina, konferensi itu diakhiri dengan sebuah seruan
pembatasan senjata.
Kemerdekaan dan koeksistensi damai antara system
masyarakat yang berbeda merupakan tujuan politik dan ideologi Gerakan Non Blok.
Para anggota pendiri serta anggota baru sepakat untuk bekerja tanpa kedudukan, tanpa
status formal dan tanpa agenda. Kepala Negara atau perdana menteri negara tuan
rumah yang saat itu menjabat sekaligus menjadi ketua. Tugas sehari-hari dilakukan
menteri luar negerinya dan wakil di PBB. Alasannya, dengan rotasi yang selalu
dilakukan, orang luar juga dapat mengamati karakter dari gerakan ini. Periode
sidang PBB yang teratur menawarkan waktu dan ruang yang cukup. Seluruh
keperluan administratif dan
politik dari Gerakan Non Blok diatur di New York.
Sejak
runtuhnya Uni Sovyet, Gerakan Non Blok kehilangan pengaruhnya dalam
perkembangan politik dunia. Selain Negara ambang industri seperti India dan Cina,
gerakan ini menjadi kelompok negara miskin di dunia yang beranggotakan 114
negara. Keanggotaan Yugoslavia sejak 1992 untuk sementara dihentikan. Meski
demikian negara-negara itu tetap mempertahankan organisasi dan tujuan mereka.
Kali ini Afrika Selatan mengundang anggota organisasi itu untuk melakukan konfrensi
tingkat menteri di Durban dari tanggal 17 hingga 19 Agustus mendatang. Kemudian
dilanjutkan dengan konferensi tingkat pemerintahan untuk melakukan persiapan
bagi penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika kedua tahun 2005 di Bandung yang diselenggarakan
bersamaan waktunya dengan KTT Gerakan Non Blok ke 14.
Gerakan Non-Blok: Salah Satu Fokus Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Berbicara mengenai
relevansi Gerakan Non-Blok sebagai salah satu fokus kebijakan luar negeri
Indonesia sejatinya dirasakan sebagai sebuah retorika. Pasalnya, apapun perkembangan
dunia yang terjadi sampai saat ini,
GNB bukan mustahil akan selalu eksis di antara negara
anggotanya. Ditambah lagi, GNB memiliki 118 negara anggota sekaligus menjadi
kelompok negara berkembang terbesar di di dunia. Bahkan, bisa meluaskan
kerjasamanya ke negara-negara lain yang bukan anggota seperti Rusia.
Meski terkesan retoris, eksistensi GNB bagi Indonesia
kini bukannya tidak dapat dijelaskan. Ada beberapa angle yang bisa
diambil untuk mengemukakan alasan mengenai pertanyaan seputar relevansi GNB
seperti pada uraian berikut.
Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 merupakan
proses awal lahirnya GNB. Dalam KAA ini, dihasilkan Dasa Sila Bandung sebagai
rumusan prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerjasama
antara negara anggota. Tujuan awal GNB untuk mengidentifikasi dan mendalami
masalah-masalah dunia di waktu itu dan berupaya menformulasikan kebijakan
bersama negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka pada tataran hubungan
internasional. Presiden Soekarno merupakan salah satu pendiri GNB selain
Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana
Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Pada
KTT I GNB di Beograd Yugoslavia tanggal 1-6 September 1961, ditegaskan bahwa
GNB tidak diarahkan pada peran pasif dalam politik internasional, tetapi
menempatkan negara secara independen sesuai kepentingan masing-masing negara
anggota.
Oleh karenanya, GNB masih relevan dalam kebijakan luar
negeri Indonesia karena dari latar belakang sejarah ini, terlihat peran dan
kontribusi penting negara Indonesia dalam mendirikan GNB. Prinsip dasar GNB
sejalan pula dengan kepentingan nasional Indonesia dalam menciptakan perdamaian
dunia seperti yang termuat dalam pembukaan UUD 1945. Bahkan, menurut Jospeh
Frankel, kepentingan nasional haruslah menjadi konsep kunci dalam setiap
kebijakan luar negeri sebuah negara. Jadi, sayang dan kurang tepat rasanya jika
kita menanggalkan GNB dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
Relevan untuk Semua Negara Anggota
Prinsip dasar GNB
dapat diaplikasikan pada rentang waktu yang tidak terbatas karena menyoal
kepada peran aktif negara dalam politik internasional. Sebagai contoh, visi GNB
dapat diperbarui untuk mengarah kepada kerjasama ekonomi internasional dan
peningkatan potensi ekonomi anggota GNB. Pun, masalah-masalah yang diperhatikan
GNB dapat lebih meluas saat ini karena adanya isu-isu keamanan non tradisional
seperti kemiskinan, lingkungan hidup, dan teknologi informasi dan komunikasi,
serta terorisme. Semuanya inilah yang perlu selalu dimasukkan dalam visi baru
GNB sehingga dengan demikian, relevansi GNB di era sekarang tetap terlihat.
Misalnya, yang ingin dibahas dalam KTT XIII GNB tahun 2003 di Kuala Lumpur
adalah mengenai aspek-aspek revitalisasi GNB seperti penerapan transparansi
dalam proses pengambilan keputusan, peningkatan peran aktif Ketua GNB dalam
proses penataan dunia yang adil dan damai, perbaikan mekanisme dalam
menyelesaikan konflik internal antar anggota, dan melindungi negara anggota
dari tekanan eksternal, serta menciptakan strategi jangka panjang, pendek, dan
menengah sehingga peran GNB pada tingkat global akan terus relevan.
Nihal Rodrigo,
Sekretaris Jenderal South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC)
menyatakan bahwa GNB masih relevan sampai sekarang karena sudah memiliki
karakter politik sendiri dan kedudukannya sudah kuat. Gerakan Non-Blok
merupakan kekuatan multipolar dan senantiasa menolak sistem bipolar yang merupakan
ideologi utama semasa Perang Dingin berlangsung. Saat ini, ada beberapa
perubahan yang dirasakan perlu menyangkut visi dan program GNB pasca perang
Dingin, namun tidak sampai membuat relevansi GNB berkurang. Bahkan, keanggotan
semakin bertambah dengan bergabungnya negara-negara yang baru merdeka di
Afrika.
Peran GNB Semakin Luas
Selama masa Perang
Dingin dan awal pembentukan GNB, keamanan tradisional adalah isu utama yang
menonjol. Namun setelahnya hingga saat ini, isu ini mulai teralihkan kepada
keamanan non-tradisional atau keamanan yang tidak mencakup isu militer.
Misalnya, lingkungan hidup dan perubahan iklim, ketersediaan sumber daya alam,
migrasi illegal, perdangan manusia dan obat terlarang, kesehatan manusia, dan
bahkan kesenjangan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju.
Kini, setiap negara
khususnya negara berkembang berusaha untuk mengatasi kesenjangan terhadap
negara-negara maju. Salah satu caranya, dengan meraih Millenium Development
Goals yang tak hanya bergerak di bidang ekonomi seperti pengentasan kemiskinan,
tapi juga kesehatan seperti peningkatan kualitas gizi ibu dan anak-anak. Hal
ini sejalan dengan hasil KTT XIV GNB di Havana tahun 2006 yang merumuskan
“Declaration on The Purposes and Principles and The Role of The Non-Aligned
Movement in The Present International Juncture”, khususnya dalam Dokumen I
bagian 8q:
To respond to the challenges and to take
advantage of the opportunities arising from globalization and interdependence
with creativity and a sense of identity in order to ensure its benefits to all
countries, particularly those most affected by underdevelopment and poverty,
with a view to gradually reducing the abysmal gap between the developed and
developing countries.
Dalam KTT Havana ini
juga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pernyataannya mengenai upaya
negara berkembang dalam meningkatkan perekonomian. Sebab, masalah-masalah
kemanusiaan akan dapat diatasi jika kesejahteraan masyarakat tercapai sementara
di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, masih banyak rakyat yang
hidup miskin. Presiden dalam kesempatan ini juga menyatakan agar negara maju
dan kaya hendaknya lebih ramah dalam membantu negara berkembang, termasuk
meningkatkan investasi, bertukar pengetahuan dan teknologi. Termasuk juga negara
maju diharapkan mau membuka pasarnya untuk menerima impor barang dan hasil
pertanian dari negara berkembang. Dan untuk negara-negara berkembang. Presiden
Susilo mengingatkan bahwa masih banyak pencapaian yang harus dilakukan. Seperti
melawan korupsi, memperbaiki sistem pemerintahan, mengolah sumber daya alam,
dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Usaha GNB dalam
mewujudkannya diakui pula oleh Sekretaris Jenderal Kofi Annan yang menyebutkan
data bahwa kawasan Selatan-Selatan mengalami pertumbuhan tingkat perdagangan
sebanyak 2 kali lipat usai KTT GNB di Havana.
Gerakan Non-Blok dan Rusia: Sebuah Peluang Bagi
Indonesia
Rusia kini tengah
berupaya menjalin kerjasama dengan GNB atas dasar pertimbangan agenda
internasional yang sama. Antara lain dalam menjaga perdamaian dan keamanan,
perlucutan senjata dan non-proliferasi nuklir, termasuk fokus pada prospek
hubungan dengan negara-negara Timur Tengah, serta persamaan keinginan untuk
melakukan reformasi terhadap Dewan Keamanan PBB dan atas kebijakan luar negerinya
yang terlalu didominasi oleh Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Menteri
Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri
Mesir Ahmad Abu-al-Ghayt, Menteri Luar Negeri Iran Manuchehr Mottaki, dan
Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez dalam perayaan Majelis Umum PBB ke-64.
Dengan kerjasama
ini, diharapkan dapat membawa dampak yang menguntungkan bagi negara-negara
anggota GNB termasuk Indonesia. Apalagi, hubungan Jakarta-Moskow sebelumnya pun
sudah terjalin dengan baik. Tetapi, dengan partisipasi Rusia dalam GNB maka
dapat berimbas kepada peningkatan kerjasama antara Indonesia-Rusia, baik di
bawah hubungan bilateral kedua negara maupun di bawah payung GNB.
Sebagai contoh,
memerangi terorisme merupakan tujuan bersama ketiga pihak. Khusus untuk
Indonesia dan Rusia, pertemuan pertama Kelompok Kerja RI-Rusia mengenai
Pemberantasan Terorisme telah dilakukan pada tanggal 22 November 2010 di
Moskow. Adapun kerjasama ini didasari oleh kemiripan pandangan dan kebijakan
dalam menangani terorisme yang dimiliki Rusia-Indonesia sehingga dapat
memperkuat kesepakatan pengembangan kerjasama lewat forum diskusi, latihan
bersama, dan peningkatan teknologi informasi.
Sementara itu,
kerjasama internasional yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia dalam
penanganan terorisme juga adalah melalui Gerakan Non Blok. Dalam hal ini, GNB
menjadi wadah untuk mengidentifikasi permasalahan dan mencari solusi yang
akurat dan pragmatis. Sejak insiden serangan bom terbaru di Indonesia di Hotel
Ritz-Carlton dan JW Marriot tahun 2009, negara anggota GNB berkomitmen untuk
melawan terorisme sesuai dengan peran dalam perdamaian dunia. Sehingga, para
anggota GNB juga mendorong terbentuknya rancangan konvensi komprehensif
mengenai terorisme internasional sekaligus mendorong terlaksananya Strategi
Kontra Terorisme Global PBB.
Lebih lanjut,
partisipasi Indonesia selama ini di GNB atas dasar kebijakan luar negeri yang
independen dan kebijakan ekonomi yang pragmatis ternyata berdampak
menguntungkan. Sebab, bersama negara India, Singapura, Malaysia, Pakistan,
Iran, Mesir, Afrika Selatan dan Chile, Indonesia berhasil menjalin kerjasama
dengan mengekspor barang ke Rusia dan bekerja sama juga di bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan. Ini artinya, bahwa kerjasama Rusia dengan GNB akan menambah
aktif peran GNB dalam politik internasional sekaligus akan mengaktifkan peran
Indonesia pula secara tak langsung karena peran Indonesia yang juga penting
dalam GNB.
Dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta, pada tahun 1992, sebagian
besar ketidakpastian dan keragu-raguan mengenai peran dan masa depan GNB
berhasil ditanggulangi. Pesan Jakarta, yang disepakati dalam KTT GNB ke-10 di
Jakarta, adalah dokumen penting yang dihasilkan pada periode kepemimpinan
Indonesia dan memuat visi baru GNB, antara lain:
- Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerjasama konstruktif sebagai komponen integral hubungan internasional;
- Menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya;
- Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Selaku ketua GNB
waktu itu, Indonesia juga “menghidupkan kembali dialog konstruktif
Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine
interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab
bersama”. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah hutang
luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/ Heavily Indebted Poor
Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif. Sementara guna
memperkuat kerjasama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk
“mengintensifkan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective
self-reliance”. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena,
Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerjasama Teknik
Selatan-Selatan GNB.
Dalam kaitan dengan upaya
pembangunan kapasitas negara-negara anggota GNB, sesuai mandat KTT GNB Ke-11,
di Cartagena tahun 1995, telah didirikan Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan
GNB (NAM CSSTC) di Jakarta, yang didukung secara bersama oleh Pemerintah Brunei
Darussalam dan Pemerintah Indonesia. NAM CSSTC telah menyelenggarakan berbagai
bidang program dan kegiatan pelatihan, kajian dan lokakarya/seminar yang
diikuti negara-negara anggota GNB. Bentuk program kegiatan NAM CSSTC difokuskan
pada bidang pengentasan kemiskinan, memajukan usaha kecil dan menengah,
penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam masa mendatang diharapkan
negara-negara anggota GNB, non-anggota, sektor swasta dan organisasi
internasional terdorong untuk terlibat dan berperan serta dalam meningkatkan
kerjasama Selatan-Selatan melalui NAM CSSTC. Upaya mengaktifkan kembali
kerjasama Selatan-Selatan ini merupakan tantangan bagi GNB antara lain untuk
menjadikan dirinya tetap relevan saat ini dan di waktu mendatang.
Munculnya tantangan-tantangan global
baru sejak awal abad ke-21 telah memaksa GNB terus mengembangkan kapasitas dan
arah kebijakannya, agar sepenuhnya mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan
tidak hanya bagi negara-negara anggotanya tetapi lebih terkait dengan
kontribusinya dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Isu-isu menonjol
terkait dengan masalah terorisme, merebaknya konflik intra dan antar negara, perlucutan
senjata dan senjata pemusnah massal, serta dampak gobalisasi di bidang ekonomi
dan informasi teknologi, telah menjadikan GNB perlu menyesuaikan kebijakan dan
perjuangannya. Dalam konteks ini, GNB memandang perannya tidak hanya
sebagai obyek tetapi sebagai mitra seimbang bagi pemeran global lainnya.
Dalam kaitan ini, KTT ke-15 GNB di
Sharm El-Sheikh, Mesir, yang diselenggarakan tanggal 11-16 Juli 2009 telah
menghasilkan sebuah Final Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi
GNB tentang semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB
menegaskan perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya
komunitas internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada
Piagam PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan
berkembang untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
Terkait dengan dampak negatif krisis
moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT ke-15 menegaskan pula
perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77 dan China. Suatu
reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian dan moneter global
perlu dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses
pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB.
KTT ke-15 GNB menyatakan bahwa GNB
mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat, termasuk rakyat di wilayah yang
masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB mendukung hak-hak rakyat
Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk mendirikan negara Palestina
merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota, serta solusi
adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai Resolusi PBB Nomor 194. GNB
juga menolak segala bentuk pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan
Jerusalem Timur untuk tujuan mengubah peta demografis di dua wilayah tersebut.
GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dengan mundur
dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan 4 Juni 1967 dan mundur total dari
sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.
Dalam bidang politik, Indonesia
selalu berperan dalam upaya peningkatan peran GNB untuk menyerukan perdamaian
dan keamanan internasional, proses dialog dan kerjasama dalam upaya
penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan
isu-isu dan ancaman keamanan global baru. Indonesia saat ini menjadi Ketua
Komite Ekonomi dan Social, Ketua Kelompok Kerja Perlucutan Senjata pada Komite
Politik, dan anggota Komite Palestina.
Pada tanggal 17-18 Maret 2010 telah
diselenggarakan Pertemuan Special Non-Aligned Movement Ministerial Meeting
(SNAMMM) on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and Development
di Manila. Pertemuan dihadiri oleh Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo;
Presiden Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB), Dr. Ali Abdussalam Treki; Menlu
Filipina, Alberto Romulo; dan Menteri Agama Mesir, Dr. Mahmoud Hamdy Zakzouk,
dalam kapasitasnya sebagai Ketua GNB, serta delegasi dari 105 negara anggota
GNB.
Secara umum, para delegasi anggota
GNB yang hadir pada pertemuan tersebut sepakat, bahwa konflik di dunia saat ini
banyak diakibatkan oleh kurangnya rasa toleransi. Disamping itu banyak negara
anggota GNB menjelaskan berbagai aspek ketidakadilan politik, ekonomi dan
sosial yang dapat memicu timbulnya ekstrimisme dan radikalisme.
Menlu RI dalam pertemuan tersebut
menyampaikan capaian yang dilakukan Pemri dalam diskursus tersebut. Menlu RI
juga menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi berbagai tantangan
global. Untuk itu, dengan tekad yang kuat serta didasarkan atas kesamaan nilai
yang dianut, diharapkan negara anggota GNB dapat memberikan kontribusi bagi
masyarakat internasional dalam membangun ”global resilience” untuk menghadapi
berbagai tantangan di dunia.
Menlu RI lebih lanjut menjelaskan
pentingnya dialog antar peradaban dan lintas agama untuk meningkatkan people to
people contact, menjembatani berbagai perbedaan melalui dialog dan menciptakan
situasi yang kondusif pagi perdamaian, keamanan dan harmonisasi atas dasar
saling pengertian, saling percaya dan saling menghormati.
Untuk itu, GNB seyogyanya terus
melakukan berbagai upaya dan inisiatif konkrit dalam mempromosikan dialog dan
kerjasama untuk perdamaian dan pembangunan. Dari pengalaman Indonesia
memprakarsai berbagai kegiatan dialog lintas agama di berbagai tingkatkan,
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya global dalam mempromosikan
keharmonisan dan perdamaian di dunia.
Pertemuan SNAMMM mengesahkan
beberapa dokumen sebagai hasil akhir yaitu: Report of the Rapporteur-General of
the SNAMMM on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and evelopment, dan
Manila Declaration and Programme of Action on Interfaith Dialogue and
Cooperation for Peace and Development.
Indonesia akan
menyelenggarakan 16th Ministerial Conference and Commemorative Meeting of the
Non-Aligned Movement/Konferensi Tingkat Menteri ke-16 Gerakan Non Blok (KTM
ke-16 GNB) dan sekaligus Pertemuan Peringatan 50 Tahun GNB di Bali pada tanggal
23 – 27 Mei 2011. Keistimewaan KTM ke-16 GNB adalah pelaksanaannya yang
bertepatan dengan 50 tahun berdirinya GNB sejak terselenggaranya pada bulan
September 1961 di Beograd, Yugoslavia. Oleh karena itu, pelaksanaan KTM akan
pula diikuti dengan Pertemuan Peringatan 50 tahun berdirinya GNB (Commemorative
Meeting).
KTM ke-16 GNB yang mengangkat tema
“Shared Vision on the Contribution of NAM for the Next 50 Years” merupakan
pertemuan paruh waktu antar dua KTT dan agenda utamanya adalah mengulas
perjalanan GNB pasca KTT di Sharm El Sheik, Mesir pada bulan Juli 2009. KTM ini
akan menghasilkan dokumen akhir yang menjadi rujukan terkini bagi anggota GNB
dalam pelaksanaan hubungan internasionalnya, sedangkan Commemorative Meeting
akan menghasilkan Bali Commemorative Declaration (BCD) yang berisi visi GNB ke
depan.
KTM ke-16 GNB kali ini mengundang partisipasi
para Menteri Luar Negeri dari 118 negara anggota GNB dan 2 (dua) negara calon
anggota, yaitu Fiji dan Azerbaijan yang akan dikukuhkan keanggotaannya pada
acara tersebut. Selain Menteri Luar Negeri, turut diundang pula kehadiran
delegasi dari 18 negara dan 10 organisasi pengamat, serta 26 negara dan 23
organisasi undangan.
Penyelenggaraan KTT Non blok1. KTT Non blok I di Beograd (Yugoslavia), 1-6 September 1961.
2. KTT Non blok II di Kairo (Mesir), 5-10 Oktober 1964.
3. KTT Non blok III di Lusaka (Zambia), 8-10 September 1970.
4. KTT Non blok IV di Aljir (Aljazair), 5-9 Agustus 1973.
5. KTT Non blok V di Kolombo (Srilanka). 16 - 19 Agustus 1976.
6. KTT Non blok VI di Havana (Kuba), 3-9 September 1979.
7. KTT Non blok VII di New Delhi (India), 7-12 Maret 1983.
8. KTT Non blok VIII di Harare (Zimbabwe), 1-6 September 1986.
9. KTT Non blok IX di Beograd (Yugoslavia), 4-7 September 1989.
10. KTT Non blok X di Jakarta (Indonesia), 1-6 September 1992.
11. KTT Non blok XI di Cartagena (Kolombia), 16 - 22 Oktober 1995.
12. KTT Non blok XII di Durban (Afrika Selatan), 28 Agustus - 3 September 1998.
Pada tahun 1989
negara-negara komunis di Eropa Timur mengalami keruntuhan. Perkembangan situasi
politik tersebut disusul bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991. Adanya perubahan
di kebanyakan negara Eropa Timur tidak berarti organisasi Non blok harus
membubarkan diri.
Di era pasca perang
dingin, negara-negara Non blok justru harus memusatkan perhatiannya kepada
seluruh persoalan dunia, seperti masalah penjajahan, ketidakadilan, ketimpangan
sosial, dampak globalisasi ekonomi, dan penindasan hak asasi manusia.
VII. Berita Terkait Anggota GNB dukung prakarsa Palestina di PBB
VIII. PERKEMBANGAN GERAKAN NON BLOK TATANAN DUNIA, UTARA-SELATAN & GLOBALISASI
A. PERKEMBANGAN TATANAN DUNIA, HUBUNGAN UTARA-SELATAN DAN MUNCULNYA KECENDERUNGAN YANG BERSIFAT GLOBAL DAN REGIONAL1. Gerakan Non Blok
· Gerakan Non Blok (GNB) merupakan sebuah organisasi dari negara yang tidak memihak Blok Barat dan Blok Timur.
· Penggagas dari Gerakan Non Blok adalah Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Josef Broz Tito (Yugoslavia), Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir), Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India), dan Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Ketegangan-ketegangan akibat perang dingin dapat saja mengancam kemerdekaan nasional maupun keutuhan wilayah negara-negara yang baru merdeka. Dengan demikian munculnya Gerakan Non Blok berusaha untuk mencarikan alternatif lain untuk ikut memelihara perdamaian dan keamanan Internasional. Corak politik yang dijalankan oleh anggota-anggota Gerakan Non Blok adalah politik bebas aktif.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dari lima negara yang dilaksaakan di Beograd tahun 1961 berhasil meletakan prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok Gerakan Non Blok. Para anggota sepakat untuk menghormati, menjunjung tinggi, dan melaksanakan prinsip-prinsip dasar yang meliputi:
· Mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip-prinsip universal tentang kesamaan kedaulatan, hak dan martabat, antara negara-negara di dunia.
· Kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas wilayah, persamaan derajat, dan kebebasan setiap negara untuk melaksanakan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan politik.
· Kemerdekaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa yang masih terjajah oleh bangsa lain.
· Menghormati hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental.
· Menentang imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, perbedaan warna kulit termasuk zionis dalam segala bentuk, serta menentang segala bentuk ekspansi, dominasi serta pemuasan kekuatan.
· Menolak pembagian dunia atas blok atau persekutuan militer yang saling bertentangan satu sama lainnya, menarik semua kekuatan militer asing dan mengakhiri pangkalan asing.
· Menghormati batas-batas wilayah internasional yang sah dan telah diakui serta menghindari campur tangan atas urusan dalam negeri negara-negara lain.
· Menyelesaikan persengketaan secara damai.
· Mewujudkan suatu tata ekonomi dunia baru.
· Memajukan kerja sama internasional berdasarkan asas persamaan derajat.
Adapun tujuan dari Gerakan Non Blok adalah:
· Mendukung perjuangan dekolonisasi dan memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, zionisme.
· Merupakan wadah perjuangan sosial politik negara-negara yang sedang berkembang.
· Mengurangi ketegangan antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
· Tidak membenarkan usaha penyelesaian sengketa dengan kekerasan senjata.
Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negara- negara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War).
Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut.
1) Munculnya dua blok. yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.
2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia.
3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.
4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran.
5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
a)
Presiden Soekarno (Indonesia),
b)
PM Jawaharlal Nehru (India),
c)
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
d)
Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
e)
Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Berdirinya Gerakan
Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari
Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal
Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia
(Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).
Kata “Non-Blok”
diperkenalkan pertama kali[rujukan?] oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan
lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi
Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini
kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut
adalah:
1. Saling menghormati integritas teritorial
dan kedaulatan.2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian
Gerakan Non-Blok
sendiri bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sebuah
konferensi yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana,
negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan
mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur. Pendiri
dari gerakan ini adalah lima pemimpin dunia: Josip Broz Tito presiden
Yugoslavia, Soekarno presiden Indonesia, Gamal Abdul Nasser presiden Mesir,
Pandit Jawaharlal Nehru perdana menteri India, dan Kwame Nkrumah dari Ghana.
Gerakan ini sempat
kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-anggotanya
mulai terpecah dan bergabung bersama Blok lain, terutama Blok Timur. Muncul
pertanyaan bagaimana sebuah negara yang bersekutu dengan Uni Soviet seperti
Kuba bisa mengklaim dirinya sebagai negara nonblok. Gerakan ini kemudian
terpecah sepenuhnya pada masa invasi Soviet terhadap Afghanistan tahun 1979.
IX.
GERAKAN
NON BLOK DALAM MASA KEPEMIMPINAN INDONESIA 1992 -1995
Politik
non blok atau non alignment setelah Perang Dunia ke II, dimana ketika situasi
politik internasional ditandai dengan adanya perundingan antar blok barat dan blok timur ditengah tengah perang dinginnya paham itu
berkembanglah gagasan yang terwujud menjadikan
Gerakan Non Blok ataupun Non Alignment Movement.
Pengejawantahannya
yang pertama adalah Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok
di Beograd, Yugoslavia 1-6 September 1961. Gerakan Non Blok ini juga bertujuan
untuk mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan
pelaksanaan universal dari prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai,
menentang imperialisme, kolonialisme, neokolomalisme, perbedaan warna kulit
termasuk zionisme dan segala bentuk ekspansi, dominasi dan pemusatan kekuasaan.
Sedangkan beberapa tujuan lainnya adalah
sebagai berikut yang mana memajukan usaha kearah perdamaian dunia dan hidup
berdampingan secara damai dengan jalan memperkokoh peranan PBB menjadi alat
yang lebih efektif bagi usaha usaha perdamaian dunia, menyelesaikan persengketaan
internasional diantara negara-negara anggotanya secara damai dan juga
mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah
pengawasan internasional yang efektif.
Dalam
perjalanan sampai dengan sekarang ini Gerakan Non Blok telah melakukan 10 KTT.
Tiap KTT mempunyai warna dan ciri sendiri-sendiri. Dari warna dan ciri tersebut
dapat diketahui partisipasi Gerakan Non Blok dalam turut memecahkan persoalan-persoalan
dunia dengan tetap mengadakan konsolidasi terhadap tubuh Gerakan agar tetap
mengadakan atau agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok
Non Blok.
Berdasarkan
sikap dan posisi yang nampak dalam berbagai pertemuan Non Blok, secara garis
besarnya terdapat 3 pengelompokan di dalam Gerakan Non Blok,
yaitu :
1. Kelompok
MAINSTREAM, yaitu kelompok yang ingin tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar dan tujuan Gerakan Non
Blok, dan yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; INDONESIA,
ARGENTINA, INDIA, BANGLADESH, GABON, PAKISTAN, SRILANKA, SENEGAL, TUNISIA,
SAUDI ARABIA.
2. Kelompok EKSTRIM KIRI, yaitu dalam kelompok
ini termasuk juga negara yang mempunyai kerjasama di berbagai bidang dengan UNI
SOVYET melalui perjanjian bilateral (Treaty on Friendship and Cooperation) yang
terrnasuk dalam kelompok ini antara lain CUBA, AFGANISTAN, ANGOLA, VIETNAM dan
LIBYA.
3. Kelompok
EKSTRIM KANAN, yaitu yang termasuk dalam kelompok ini antara lain MESIR,
SINGAPURA, ZAIRE.
Sebelum
kita membicarakan tentang apa saja yang telah dihasilkan selama Kepempinan
Indonesia yang diketuai oleh Bapak Presiden Soeharto ada baiknya dipaparkan sedikit
tentang KTT GNB yang ke 10 yang diselenggarakan tanggal 1-6 September 1992 yang
lalu.
KTT
GNB X yang dibuka secara resmi oleh Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB tanggal
1-6 September 1992, yang diikuti oleh 108 negara anggotanya mengusulkan
kerjasama, alih pengalaman dan pengetahuan, dalam tiga hal yaitu : pangan,
kependudukan dan pengurangan beban pembayaran utang luar negeri. Tiga hal ini
adalah merupakan hal yang penting dan yang paling dulu harus ditangani secara
serius. Pesan Jakarta adalah merupakan
hasil KTT Gerakan Non Blok di Jakarta tanggal 1-6 September 1992. Pesan Jakarta
ini terdiri dari 27 butir yang terdiri dari berbagai masalah seperti: Ekonomi,
Politik, Sosial budaya, Ilmu Pengetahuan danlain-lain dan beberapa diantaranya
adalah :
ü
GNB memberikan konstribusi untuk menimbulkan perbaikan bagi iklim
politik Internasional.
ü
GNB menghorrnati kedaulatan suatu negara, mentaati sepenuhnya
prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
ü
GNB ingin agar Israel mundur dari seluruh wilayah Arab yang
didudukinya termasuk Yerussalem.
ü
GNB menyarnbut baik kemajuan dalam pembatasan senjata konvensional
dan nuklir.
ü
GNB menyerukan dipercepatnya pembangunan negara-negara berkembang berdasarkan
stabilitas, perturnbuhan dan distribusi.
ü
GNB melihat kerjasama Selatan-Selatan penting untuk memajukan pembangunan
sendiri dan mengurangi ketergantungan kepada Utara.
ü
GNB menekankan kembali hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
kebenaran yang universal.
ü
GNB menyatakan komitmennya konfersi dunia mengenai wanita 1995 –Aksi
persamaan pembangunan dan perdamaian.
ü
GNB yakin integrasi wanita yang sama dan sepenuhnya dalam proses pembangunan
pada segala tingkatan merupakan sasaran GNB.
ü
GNB memproyeksikan gerakan sebagai komponen konstruktif
bersemangat dan sepenuhnya saling tergantung pada hubungan Internasional yang
utama.
Peranan
Kepemimpinan Indonesia dan Hasil-hasilnya
Dalam
hal ini yang akan dijabarkan adalah yang mana Presiden Soeharto sebagai Ketua
GNB dan apa saja yang telah dihasilkannya sampai sekarang ini mulai dari
berakhirnya KTT GNB ke-10 tanggal 1-6 September 1992 lalu. Menurut Kepala Negara Bapak Presiden Soeharto
bahwa GNB dalam era pasca perang dingin masih terus relevan, maka beliau selaku
Ketua GNB telah memperlihatkan usaha dan niat yang sungguh-sungguh untuk
menemukan kembali arah GNB dan mengembangkan melalui usaha nyata –Kerjasama
Selatan-Selatan
-Menghidupkan kembali
dialog Utara -Selatan.
Dalam
kaitannya dengan hal yang disebutkan terakhir, Presiden menegaskan, bahwa agar
Selatan tidak dianggap hanya bisa "Menuntut", maka pendekatan lama yang
cenderung konfrontatif akan diganti dengan pendekatan kemitraan. Kesungguhan
Kepala Negara untuk terus menjaga momentum diperlihatkan juga dengan penegasan,
bahwa hasil-hasil KTT GNB X tidak akan ditangani secara umum, tetapi akan
ditangani secara khusus. Pengangkatan Nana Sutresna sebagai "Kepala Staf"
GNB, juga Prof. Widjojo Nitisastro sebagai koordinator tim-tim ahli, serta
empat Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, Achmad Thahir, Alamsyah Ratu
Perwiranegara dan Hasnan Habib sebagai duta besar wilayah adalah bukti yang
jelas adanya kesungguhan Indonesia dalam memimpin dan menyukseskan GNB.
Oleh
karena itu kita dapat melihat hasil-hasil yang akan dicapai setelah KTT GNB X
1992 dalam kepemimpinan Indonesia dengan Bapak Presiden Soeharto sebagai Ketua
GNB. Banyak yang telah dihasilkan sampai
sekarang ini sebagai contoh adalah :
1. Gerakan
Non Blok putuskan untuk mengirim utusan Palestina ke negara-negara Arab adalah
untuk langsung terlibat dalam negosiasi-negosiasi yang mendukung usaha
Palestina memperoleh haknya kembali yang mana keputusan yang diambil oleh Ketua
GNB -Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu Palestina Farouk Kaddoomi
seusai sidang Komite Palestina GNB di Bali yang dalam hal ini menurutnya keputusan
tersebut menunjukkan dukungan Gerakan Non Blok kepada rakyat Palestina dalam
memperoleh haknya kembali dan akan berusaha membuat warga Israel mundur dari
kawasan yang diduduki. Komite Palestina GNB terdiri dari Aljazair, India,
Bangladesh, Senegal, Gambia, Zimbabwe, Palestina dan Indonesia, komisi GNB
untuk Palestina diketuai oleh Indonesia.
2. Gerakan
Non Blok ingin berdialog dengan Peserta KTT G7 di TOKYO. Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB dalam
dialog tersebut sebenarnya ingin menyampaikan berbagai masalah terutama yang
tercantum dalam PesanJakarta (the Jakarta Messages), dimana salah satu hasil
KTT-GNB di Jakarta tahun 1992 adalah negara negara GNB akan mengadakan
kerjasama misalnya negara Afrika akan mengirimkan petani atau petugas Keluarga
Berencana ke Indonesia untuk melakukan magang.
Namun karena Indonesia dan negara Afrika itu tidak memiliki dana yang
cukup untuk membiayai program magang ini, maka akan dicari Negara ketiga
terutama negara maju yang bersedia membiayai pengiriman petani Afrika ke Indonesia.
Dialog negara maju dan berkembang yang disebut sebagai dialog Utara Selatan. Dialog
yang diharapkan akan tercapai itu ternyata tidak dapat dicapai sehubungan
dengan tidak diundangnya Presiden Soeharto sebagai ketua GNB dalam KTT G-7 di
Tokyo. Sikap negara maju yang mengabaikan niat baik Gerakan Non Blok untuk
menyampaikan suaranya dalam kesempatan KTT G-7 di Jepang disesalkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Apa yang
hendak disampaikan adalah buah pikiran negara anggota GNB terhadap keadaan
dunia saat ini, situasi dunia yang tengah dihadapi dan usulan terhadap upaya
bersama yang dapat dijalin oleh negara maju maupun negara sedang berkembang. Kelompok
G-7 dalam hal ini terdiri dari Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, March 11,
Italia, Jepang dan Amerika Serikat.
3. Upaya Penyelesaian Hutang Negara
Negara Selatan
Beban hutang
negara negara Non Blok adalah masalah yang cukup penting untuk dibahas dan
dicari penyelesaiannya. Mengenai masalah beban hutang negaranegara dunia ketiga
ini cukup banyak mendapat sorotan dan diharapkan agar dibawah kepemimpinan Indonesia,
masalah hutang yang menjadi salah satu agenda
utama KTT Non Blok ke X bias diselesaikan dengan terobosan-terobosan yang cukup
berarti. Dan untuk mewujudkan hal ini Presiden Soeharto mengundang Negara-negara
untuk berbagi pengalaman dimana Indonesia sebagai Negara penghutang pada
Negara-negara lain dinilai oleh Bank Dunia dapat membayar hutangnya sesuai waktu
yang telah ditentukan.
Presiden Soeharto
juga kembali mengungkapkan pandangan-pandangannya yang telah diungkapkan pada
saat menerima sejumlah kepala negara di New York, dimana Presiden Soeharto
mengingatkan kembali negara maju untuk memenuhi komitmennya menyisihkan 0,7 %
dari GNP mereka bagi membutuhan negara berkembang. Namun sejauh ini baru
sekitar 0,37 % yang telah diberikan. Dengan demikian masih ada kekurangan 0,3
-0,4 % atau sekitar 50 Milyard dollar Amerika dari keseluruhan komitmen yang
mereka berikan .
Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya kerjasama
selatan-selatan, bukan hanya sekedar menyelesaikan masalah sosio ekonomi tetapi
juga melalui kerjasama konkret antara selatan -selatan untuk memberi bobot
dalam dialog dengan utara. Kepala negara mengingatkan negara maju yang disebut
kelompok utara dan negara berkembang termasuk negara selatan saling membutuhkan
antara lain karena nasib dan kepentingan mereka sangat terkait satu sama
lainnya.
Negara selatan tidak akan dapat mencapai
sasarannya dalam pembangunan bila negara utara tidak berusaha menciptakan lingkungan
eksternal yang mendukung pembangunan di selatan. Namun dipihak lain negara utara
dan negara industri maju akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan
pertumbuhan ekonominya tanpa adanya stabilitas dan pembangunan di selatan. Jika
selatan sampai kehilangan pasar yang luas dan vital.
Menurut presiden
Soeharto cara bijaksana adalah kedua pihak harus
menyadari saling ketergantungan antar mereka dan selanjutnya bersama
sama menghasilkan cara pemecahan bersama dalam menghadapi tantangan tantangan berat
dalam masa krisis sekarang ini.
4. Bantuan untuk Petani Afrika
Presiden Soeharto
secara khusus mengundang Brunei untuk turut serta dalam kerjasama
selatan-selatan. Dalam kerangka kerjasama ini, Indonesia secara konkret menawarkan
untuk menukar pengalaman dalam upaya meningkatkan produk sokongan kepada negara
Negara Afrika yang mengalami kelaparan dewasa ini. Indonesia rnengundang para
petani negara Afrika itu untuk melihat secara langsung secara praktek ditengah
tengah petani Indonesia. Dalam hal ini Brunei diminta memberikan dana untuk membiayai
perjalanan para petani Afrika itu ke Indonesia, karena baik negara-negara
Afrika itu maupun Indonesia tidak mampu membiayai program ini.
Dengan demikian diharapkan
negara negara utara dapat merealisasikan kesanggupan mereka untuk memenuhi
sasaran yang telah disepakati bagi pembangunan resmi dan Presiden Soeharto menegaskan
yang harus dipahami setiap negara adalah kedaulatan menentukan sistem sosial
ekonomi dan politik nasionalnya masing masing.
5. Pidato pada KTT Pernbangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark
KTT yang diadakan oleh
PBB di Kopenhagen telah memberikan kesempatan dan merupakan momentum yang tepat
bagi Presiden Soeharto sebagai pemipinan Gerakan Non Blok dengan rnernberikan
pidato pertama yang menyerukan kerjasama diantara negara maju dan negara
berkembang untuk memperbaiki nasib orang miskin yang jumlahnya sekitar 1
Milyard didunia ini.
Pengalaman umumnya
negara negara anggota GNB bahwa sekalipun upaya- upaya mencapai pertumbuhan
ekonomi merupakan hal yang penting tetapi hal itu bukanlah merupakan tujuan
utama dari pembangunan, melainkan kebijakan pembangunan juga harus menempatkan
manusianya sebagai pusat perhatiannya. Masalah kemiskinan dan pengangguran haruslah
mendapat prioritas utama sebagai dapat saja menjadi salah satu penyebab
instabilitas.
Masalah yang harus
mendapat perhatian khusus adalah hutan luar negeri, sistem perdagangan bebas
serta pengendalian jumlah penduduk khususnya juga masalah keamanan pangan di
Afrika. GNB telah mencoba meringankan kemiskinan melalui berbagai cara seperti peningkatan
produksi pangan dan dalarn hal ini mengharapkan kerjasarna maksimal dari PBB
sebagai badan dunia untuk memainkan peranan yang lebih penting dengan mencoba
mewujudkan tatanan Tata Dunia Baru dalam usaha memecahkan masalah
keterbelakangan dan kemiskinan.
6. Pertemuan Informal Negara Berpenduduk Banyak
Ditengah tengah KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Presiden
Soeharto sebagai pemimpin GNB telah meluangkan waktu untuk mengadakan pertemuan
informal dengan 9 negara yang memiliki penduduk terbanyak didunia yaitu, Indonesia,
Bangladesh, Brazil, Cina, Mesir, India, Meksiko, Nigeria dan Pakistan. Pertemuan
informal ke 9 negara berkembang tersebut membahas masalah pendidikan bagi semua
(Education For All) yang diselenggarakan oleh Badan-Badan PBB yaitu UNESCO,
UNICEF, UNFPA dan UNDP. Gerakan Non Blok memandang perlu bahwa pendidikan
merupakan landasan penting bagi upaya meningkatkan kemajuan, kemakmuran dan
kesejahteraan.
Program
konkrit dari pernyataan tersebut adalah dalam realisasinya mengadakan program
wajib belajar seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Sebagai
tindak lanjut dari pertemuan informal ini akan dilanjutkan di Bali, bulan September
yang akan datang.
7. Kunjungan Pemimpin Gerakan Non Blok ke Zagreb, Kroasia dan Sarajevo,
Bosnia Sesudah KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, pemimpin GNB telah mengadakan
kunjungan yang dinilai oleh PBB sekalipun sangat berani dan beresiko tinggi
yaitu ke Kroasia dan Sarajevo yang tengah dilanda peperangan antar etnis.
Setelah kujungan resminya selama 2 hari di Zagreb, kemudian diikuti dengan kunjungan
selama 6 jam ke Sarajevo, Bosnia. Dalam pernyataan selaku pemimpin GNB, presiden
Soeharto telah menyuarakan pandangan GNB terhadap bekas salah satu negara
pendiri GNB yaitu Yugoslavia terdahulu, yaitu bahwa tidak ada pihak yang dapat menyelesaikan
pertikaian etnis diantara mereka kecuali oleh para pemimpin negara-negara
kawasan bekas Yugoslavia sendiri. Gerakan Non Blok akan mencoba membantu
semampu mungkin tanpa ikut campur secara langsung melalui jalan jalan
diplomatik yang syah dan sesuai dengan prinsip GNB itu sendiri. Secara moril
kunjungan pemimpin GNB ini dianggap sebagai dorongan dan perhatian bahwa GNB
sangat prihatin akan masalah yang berkepanjangan yang belum terselesaikan sampai
sekarang.
Prospek
dan Tindak Lanjutnya
Dalam
prospek tindak lanjut ini dipertanyakan apakah Gerakan Non Blok akan diteruskan,
karena pada satu sisi masalah pertentangan antara blokBarat dan blok Timur
sudah berakhir. Presiden Soeharto mengatakan “Selama Perdamaian Dunia terancam kemerdekaan
bangsa berkembang, aspirasi rakyat terhambat dan ketidak adilan ekonomi masih
berlanjut maka selam aitu juga GNB tetap berada digaris depan untuk berjuang
menentangnya”.
Bouthros-Ghali mengatakan gerakan Non Blok
harus tetap ada walaupun telah usai dekolonisasi dan pendekatan timur barat
yang diikuti lenyapnya blok persekutuan politik dan keamanan global. Non Blok
harus tetap pada 5 prinsip politiknya yaitu:
- Tidak bersekutu
dalam konteks konfrontasi timur barat.
- Bersekutu daa
perjuangan arti kolonial
- Tidak terlibat
dalam persekutuam militer multilateral
- Tidak terlibat
dalam persekutuan militer bilateral dengan suatu negara adidaya
- Tidak memberi
tempat pada suatu pangkalan militer suatu negara adidaya
Gerakan
Non Blok juga jangan menghilangkan visi dan jangan disibukkan dengan pertentangan
anggota dan tidak direpotkan oleh percekcokan tentang prioritas dan prinsip dasar GNB disejajarkan dengan wujud
dan cita-cita luhur dari piagam PBB.
Gerakan
Non Blok dalam kepemimpinan Indonesia yang diketuai oleh Presiden Soeharto telah
memperlihatkan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk menemukan kembali
kearah Gerakan Non Blok yang seutuhnya dan berusaha
mengembangkan
usaha-usaha nyata seperti kerjasama selatan-selatan dan selain itu juga
menghidupkan kembali dialog utara-selatan.
Untuk
penyelesaian hutang negara-negara selatan yang dari waktu kewaktu jumlah semakin
membesar dan semakin melilit, Indonesia sebagai negara pemimpin Gerakan Non
Blok dihadapkan pada tantangan-tantangan yang cukup berat.
Penyebabnya
tidak saja diakibatkan oleh kesulitan ekonomi negara-negara maju tetapi juga
dengan semakin umumnya pola menjadikan uang sebagai komoditi. Keduanya
menjadikan dana dunia semakin terbatas dalam situasi seperti ini, mengingat
jumlah Negara selatan sendiri relatif banyak, berarti diantara mereka sendiri
amat mungkin terjadi persainganketat karena masing-masing akan mendahulukan
kepentingan nasionalnya. Terdapat tendensi bahwa Gerakan Non Blok ini telah
bergerak dari gerakan yang bersifat politis menuju gerakan yang bersifat mitra
dan lebih terfokus semula yaitu menentang blok politis yang ada.
Daftar
Pustaka
http://jewushka.wordpress.com/2011/01/13/gerakan-non-blok-salah-satu-fokus-kebijakan-luar-negeri-indonesia/http://id.wikipedia.org/
http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4489303,00.html
http://garuda-bangsa.blogspot.com/2010/03/keanggotaan-gerakan-non-blok-sejak.html
pada
tanggal 18-24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala
Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja mencapai kemerdekaannya.
KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu
itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut
pada tataran hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasa Sila Bandung’ yang
dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan
kerjasama antara bangsa-bangsa. Sejak saat itu proses pendirian GNB semakin
mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci
sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame
Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno,
dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal
sebagai para pendiri GNB.
GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1-6 September 1961. KTT I
GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yeman, Myanmar,
Cambodia, Srilanka, Congo, Cuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India,
Indonesia, Iraq, Lebanon, Mali, Morocco, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan,
Suriah, Tunisia dan Yugoslavia. Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB
ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi
untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya
kerjasama di antara mereka. Pada KTT I juga ditegaskan bahwa GNB tidak
diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk
memformulasikan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan
negara-negara anggotanya.
GNB menempati posisi khusus dalam
politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran
sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di Bandung dan
menghasilkan ‘Dasa Sila Bandung’ yang menjadi prinsip-prinsip utama GNB,
merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali
pendirian GNB. Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh
penggagas dan pendiri GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekedar dari peran
yang selama ini dikontribusikan, tetapi terlebih-lebih mengingat prinsip dan
tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia
sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
II.
Tujuan
GNB
Tujuan GNB mencakup
dua hal, yaitu tujuan ke dalam dan ke luar.
1. Tujuan ke dalam, yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan
ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara maju.
2. Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan
antara blok Barat dan blok Timur menuju perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk mewujudkan
tujuan tersebut, negara-negara Non blok menyelenggarakan konferensi tingkat
tinggi (KTT). Pokokpembicaraan utama adalah membahas persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan tujuan Non blok dan ikut mencari solusi terbaik terhadap
peristiwa-peristiwa intemasional yang membahayakan perdamaian dan keamanan
dunia.
Tujuan utama GNB semula difokuskan
pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional,
kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting
lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer
multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme;
perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan
dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan
atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial
dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama
internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu
ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu, GNB
dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna
membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru
(New International Economic Order).
Menyusul runtuhnya Tembok Berlin
pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul
perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang
menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak
bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan
energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin,
di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara
negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional.
Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi negara
berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus
perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.
III.
Prinsip dasar Non-Blok
Non-Blok didirikan berdasarkan
prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang dikenal
dengan sebutan Dasasila Bandung pada bulan April 1955 di Bandung (Inodesia).
Substansi Dasasila Bandung berisi tentang “pernyataan
mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerja sama dunia”. Dasasila Bandung
memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru, sebagai
berikut :
1)
Menghormati
hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asa-asa yang termuat didalam
piagam PBB.
2)
Menghormati
kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3)
Mengakui
persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil.
4)
Tidak
melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan-persoalan dalam negeri
negara lain.
5)
Menghormati
hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara individu maupun
secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6)
(aTidak
menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, (b) Tidak melakukan
campur tangan terhadap negara lain.
7)
Tidak
melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap
integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
8)
Menyelesaikan
segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrase, atau penyelesaian masalah hokum, ataupun lain-lain cara
damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam
PBB.
9)
Memajukan
kepentingan bersama dan kerja sama.
10)
Menghormati
hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
IV. Pendiri gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok (GNB) (bahasa Inggris: Non-Aligned Movement/NAM) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah untuk menjamin “kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok” dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan menentang segala bentuk blok politik.[1] Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.
Anggota-anggota penting di
antaranya Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia,
Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik
Rakyat Cina. Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang
dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak
beraliansi salah satu negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai
hubungan yang dekat dengan Uni Soviet pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu
dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama beberapa tahun. Lebih buruk
lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya, seperti
misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini
sempat terpecah pada saat Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979.
Ketika itu, seluruh sekutu Soviet mendukung invasi sementara anggota GNB,
terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal yang sama
untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
V.
Anggota Gerakan Non-Blok
Pasca Perang Dunia
II muncul dua blok raksasa dunia, yaitu blok Barat dan blok Timur. Blok Barat
yang berhaluan liberalis dan kapitalis dipimpin Amerika Serikat, dengan
anggotanya Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Jerman Barat, Kanada, Belgia,
Australia, Norwegia, Turki, Yunani, dan Portugal. Blok Timur yang berhaluan
komunis dipimpin Uni Soviet dengan anggota, seperti Polandia, Jerman Timur,
Hongaria, Bulgaria, Rumania, Cekoslowakia, dan Albania.
Blok Barat dan blok
Timur selalu terlibat dalam ketegangan yang berlanjut pada “perang dingin”. Ketegangan
tersebut disebabkan adanya perbedaan ideologi, saling berlomba senjata nuklir,
perluasan lingkungan dan rivalitas blok melalui pembentukan pakta milker yang
dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk meredakan
ketegangan di antara dua blok, negara-negara yang cinta damai mengupayakan
berbagai pertemuan untuk mencari solusi terbaik guna mewujudkan perdamaian dan
keamanan dunia. Pada tahun 1955 beberapa negara Asia dan Afrika mengikuti
Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Demikian juga pada tahun 1956, negara wan
Yugoslavia, Indonesia dan India melakukan pertemuan di Pulau Brioni
(Yugoslavia) yang mencetuskan ide pembentukan Gerakan Negara-negara Non blok.
Gerakan Non blok
merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki blok Barat ataupun blok
Timur. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai netralisme, tetapi aktif
sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa
internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan obyek kepentingan
dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional. Negara-negara ini pun
tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa yang sedang berlomba berebut
pengaruh.
Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pemrakarsa
berdirinya Non blok lebih dikenal sebagai The Initiative of Five, yaitu1. Presiden Soekarno (Indonesia),
2. Presiden Yosep Broz Tito (Yugoslavia),
3. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
4. Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India),
5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Sekretaris Jendral Gerakan Non-Blok
Nama
|
Asal
Negara
|
Mulai
|
Akhir
|
1998
|
|||
2003
|
|||
sekarang
|
VI.
Kegiatan GNB & KTT Gerakan Non Blok Digelar
KTT Gerakan Non Blok ke-15 digelar di Sharm el Sheik, Mesir, tanggal 15 dan 16 Juli ini. Lebih dari 50 pemimpin negara berkembang membicarakan tindakan mengatasi krisis ekonomi global guna mencegah terulangnya krisis.
Dunia memerlukan sistem
keuangan yang lebih adil terhadap negara berkembang, demikian disepakati para
pemimpin negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Sharm el
Sheik, Mesir, hari Rabu (15/07).
Dalam kesempatan itu,
Presiden Kuba Raul Castro mengatakan bahwa negara berkembanglah yang paling
menderita akibat krisis keuangan. “Dan seperti biasanya, negara kaya merupakan
penyebab krisis, yang dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi internasional yang
tidak logis, yang tergantung pada prinsip pasar buta dan konsumsi, dan kekayaan
pihak tertentu,“ tambah Castro. Castro juga menyerukan dibentuknya “sistem ekonomi
berimbang“.
Krisis keuangan global
juga berdampak buruk pada Kuba. Negara kecil di kepulauan Karibia itu mengalami
penurunan produksi dalam negeri dan terpaksa menutup sejumlah pabriknya. Mesir
juga mengalami hal mirip. “Kami menghadapi bagian terbesar dampak krisis,
tekanan dan penderitaannya,“ ungkap Presiden Mesir Hosni Mobarak. Mesir tahun
ini mendapat giliran untuk memimpin organisasi Gerakan Non Blok, setelah sejak
tiga tahun lalu dipegang oleh Kuba.
“Kami menyerukan adanya sistem baru di bidang
politik internasional, ekonomi dan perdagangan. Sistem yang lebih berimbang
supaya dapat mencegah diskriminasi dan standar ganda, memenuhi kepentingan
semua pihak, mempedulikan negara berkembang, dan menciptakan perundingan
demokratis antara negara kaya dan miskin,“ demikian dikatakan Hosni Mobarak.
Sementara itu,
Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo, yang juga hadir mengatakan, “Masalah
yang menimpa kemanusiaan ini sangat parah. Bukan saatnya lagi untuk menerapkan
ideologi dengan kaku, sementara orang-orang miskin semakin menderita.”
Macapagal-Arroyo menambahkan, Gerakan Non Blok dapat memberikan reaksi lebih
baik dengan berbicara “satu suara”.
Pemimpin Libya
Muammar Gaddafi juga memberikan pidato di depan para pemimpin negara berkembang
yang hadir di pertemuan puncak di Sharm el Sheik. Gaddafi menyerukan Gerakan
Non Blok untuk membentuk dewan keamanan sendiri sebagai penyeimbang Dewan
Keamanan PBB. Dikatakannya, “Dewan Keamanan PBB tidak punya kekuasaan terhadap
negara-negara terkuat dunia.”
“Kita tidak punya akses menuju organisasi
internasional, seperti Dewan Keamanan PBB dan Dana Moneter Internasional,”
demikian ditambahkan Gaddafi. Menurut Gaddafi, Dewan Keamanan PBB hanya
berfungsi untuk anggota tetapnya. Sementara IMF, walau pun namanya internasional,
IMF hanya mendahulukan kepentingan kelompok tertentu.
Dalam pertemuan hari
pertama KTT Non Blok di Sharm el Sheik, kelompok Hamas Palestina mengeluarkan
pernyataan tertulis mengimbau para pemimpin negara untuk membantu mengakhiri
blockade di Jalur Gaza. Presiden Kuba Raul Castro menegaskan kembali dukungan
Gerakan Non Blok terhadap warga Palestina dan “negara Arab yang diduduki”.
Castro mengatakan, masalah ini tetap berada di agenda teratas Gerakan Non Blok.
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok kali ini telah menjembatani
komunikasi negara-negara yang menghadapi ketegangan hubungan.
Perdana Menteri
India Mahmohan Singh dan Perdana Menteri Pakistan Yousouf Raza Gilani bertemu
untuk membicarakan kemungkinan perundingan damai. Menteri Luar Negeri India
Shri Shivshankar Menon dan Menteri Luar Negeri Pakistan Salman Bashir, hari
Selasa (14/07), sudah bertemu untuk membicarakan peristiwa serangan bom di
Mumbai, November lalu. India menuding kelompok militan Lashkar-e-Taiba dari
Pakistan mendalangi peristiwa tersebut.
Keanggotaan Gerakan
Non Blok sejak berdirinya tahun 1961 bertambah dengan pesat. Pertambahan
gerakan ini dapat dilihat dari peserta setiap konferensi tingkat tingkat tinggi
yangdiadakanseperti:
KTT GNB I (1961)
KTT GNB I (1961)
Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Gerakan Non Blok (GNB) I berlangsung di Beograd, Yugoslavia pada tanggal
6 September 1961. sekitar 23 negara sepakat menjadi anggota GNB dalam
konferensi yang diprakarsai lima pemimpin yang menjadi sponsor pendirian GNB
itu adalah
• Presiden Soekarno (Indonesia)
• Presiden Gamal Abdul Naser (Mesir)
• Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia)
• PM Pandit Jawaharlal Nehru (India) dan
• Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)
Tujuan KTT I ini guna mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. KTT I ini merupakan kelanjutan dari KAA 1955 di Bandung. Dalam konferensi rasa, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta perlucutan senjata. Pelaksanaan KTT I ini didorong oleh adanya krisis Kuba. Konferensi ini dihadiri oleh 25 negara dan menghasilkan Deklarasi Beograd yang intinya menyerukan untuk menghentikan perang dingin dan mendamaikan antara Amerika Serikat dan UniSoviet.
KTT GNB II (1964)
• Presiden Soekarno (Indonesia)
• Presiden Gamal Abdul Naser (Mesir)
• Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia)
• PM Pandit Jawaharlal Nehru (India) dan
• Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)
Tujuan KTT I ini guna mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota persekutuan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. KTT I ini merupakan kelanjutan dari KAA 1955 di Bandung. Dalam konferensi rasa, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta perlucutan senjata. Pelaksanaan KTT I ini didorong oleh adanya krisis Kuba. Konferensi ini dihadiri oleh 25 negara dan menghasilkan Deklarasi Beograd yang intinya menyerukan untuk menghentikan perang dingin dan mendamaikan antara Amerika Serikat dan UniSoviet.
KTT GNB II (1964)
KTT II ini
diselenggarakan pada tanggal 5 – 10 Oktober 1964 di Kairo Mesir, dipimpin oleh
Presiden Gamal Abdul Naser. KTT ini dihadiri oleh 48 negara peserta dan 10
negara pengamatin imemberikan perhatian kepada masalah-masalah ekonomi. Dalam
KTT yang diselenggarakan dua kali ini mulai tampak ada pertentangan antara
kelompok negara modern dibawah pimpinan Nehru dan kelompok negara radikal
dipimpin oleh Soekarno dan Nkrumah.
KTT GNB III (1970)
KTT GNB III (1970)
KTT III diselenggarakan
di Lusaka, Zambia pada tanggal 8 – 10 September 1970, dipimpin oleh Presiden
Kenneth Kaunda. Tema pokok KTT ini adalah permasalahan rezim resialis minoritas
kulit putih di Afrika Selatan. KTT ini dihadiri oleh 54 negara peserta dan 9
negara pengamat.
KTT GNB IV (1973)
KTT GNB IV (1973)
KTT IV berlangsung
pada tanggal 5 – 9 September 1973 di Algiers, Aljazair dibawah pimpinan
Presiden Houari Boumedienne. KTT terselenggara pada saat hubungan kedua blok
membaik. Tema pokok KTT IV ini adalah masalah negara-negara melarat. KTT
dihadiri oleh 75 negara peserta. Pengamat terdiri atas organisasi gerakan
kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan Amerika Latin.
KTT GNB V (1976)
KTT GNB V (1976)
KTT V dilaksanakan
pada tanggal 16 – 19 Agustus 1976 di Colombo, Srilanka dipimpin oleh PM Ny.
Sirimavo Bandaranaike. KTT ini mempertegas kepentingan negara-negara Non Blok
yang dirugikan oleh tata ekonomi dunia yang tidak adil, yang dapat mengancam
perdamaian dunia. KTT ini juga ditandai adanya persaingan antara sesama negara
anggota Non Blok. India, Indonesia dan Yugo berusaha mencegah timbulnya
perpecahan di antara mereka. Hasilnya dituangkan dalam “Deklrasi dan Program
Aksi Colombo” yang intinya antara lain: melanjutkan dan meningkatkan program
Gerakan Non Blok ke arah tata ekonomi dunia baru.
KTT GNB IV (1979)
KTT GNB IV (1979)
KTT IV
diselenggarakan di Havana, Cuba dipimpin oleh Presiden Fidel Castro. KTT ini
diselenggarakan pada tanggal 3 – 7 September 1979 ini dihadiri oleh 94 negara
peserta peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi. KTT diliputi oleh pertentangan
antara kelompok moderat dan radikal, tetapi telah berhasil merumuskan deklarasi
politik yang berisi revolusi yang memperkuat prinsip-prinsip Non Blok terhadap
dominasi ekonomi asing yang merugikan negara berkembang. Keanggotaan Kamboja
belum dapat diselesaikan maka Kamboja hadir sebagai peninjau
KTT GNB VII (1983)
KTT GNB VII (1983)
KTT VII yang
sedianya akan diselenggarakan di Bagdad pada bulan September 1982 batal karena
terjadi perang Irak – iran. Akhirnya diselenggarakan di India pada tanggal 7 –
12 Maret 1983, dipimpin oleh PM. Ny. Indira Gandhi. KTT ini dihadiri 101 negara
dan memutuskan untuk memberikan dukungan penuh bagi rakyat Afganistan untuk
memutuskan nasibnya sendiri, dengan sistem sosial ekonomi yang bebas dari
campur tangan asing.
KTT GNB VIII (1986)
KTT GNB VIII (1986)
KTT VIII
diselenggarakan di Harare, Zimbabwe dipimpin oleh PM robert Mugabe, pada 1
September 1986 – 6 September 1986 yang dihadiri oleh 101 negara. KTT tetap
mendukung Afganistan dalam menentukan nasibnya sendiri
KTT GNB IX (1989)
KTT GNB IX (1989)
KTT IX
diselenggarakan pada tanggal 4 – 7 September 1989 di bawah pimpinan Presiden
Dr.JanesDrnovsek.KTTinidihadirioleh102negara. Dalam KTT ini menetapkan bahwa
untuk memperkuat setia kawan internasional dan kerjasama bagi pembangunan alih
teknologi adalah mutlak serta perlunya dialog-dialog Selatan-Selatan. KTT juga
membahas mengenai pelestarian lingkungan hidup, yaitu menghindarkan pencemaran
terhadap air, udara, dan tanah serta menghindarkan perusakantanah dan
pembabatan hutan.
KTT GNB X (1992)
KTT GNB X (1992)
KTT X
diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada 1 September 1992 – 7 September 1992,
dipimpin oleh Soeharto. KTT ini dihadiri oleh lebih dari 140 delegasi, 64
Kepala Negara. KTT ini menghasilkan “Pesan Jakarta” yang mengungkapkan sikap
GNB tentang berbagai masalah, seperti hak azasi manusia, demokrasi dan
kerjasama utara selatan dalam era pasca perang dingin.
Hasil KTT ini yang terpenting adalah :
• Hak azazi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya bahwa kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asazi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.
• Prihatin atas beban hutang dari negara-negara berkembang.
• Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerjasama dan penggabungan internasional
• Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi, sosial dan negara-negara berkembang
• GNB memberikan perhatian terhadap masalah aparthid di Afrika Selatan di samping mengutuk terhadap pembasmian etnis Bosnia.
• Menyambut baik hasil Pertemuan Puncak Bumi di Rio de Jeneiro tentang lingkungan hidup dan pembangunan
KTT GNB XI (1995)
Hasil KTT ini yang terpenting adalah :
• Hak azazi manusia dan kemerdekaan merupakan keabsahan universal dan percaya bahwa kemajuan ekonomi serta sosial akan memudahkan tercapainya semua sasaran. GNB menolak konsep mengenai hak asazi manusia dan demokrasi yang didiktekan oleh negara tertentu atas negara lain.
• Prihatin atas beban hutang dari negara-negara berkembang.
• Mendesak dilakukannya pembaruan ekonomi dunia guna memperkuat kemampuan PBB dalam meningkatkan kerjasama dan penggabungan internasional
• Menyerukan pengalihan anggaran militer untuk memudahkan peningkatan ekonomi, sosial dan negara-negara berkembang
• GNB memberikan perhatian terhadap masalah aparthid di Afrika Selatan di samping mengutuk terhadap pembasmian etnis Bosnia.
• Menyambut baik hasil Pertemuan Puncak Bumi di Rio de Jeneiro tentang lingkungan hidup dan pembangunan
KTT GNB XI (1995)
KTT XI
diselenggarakan di Cartagena, Kolumbia yaitu Ernesto Samper Pizano 18 Oktober
1995 – 20 Oktober 1995. Pada waktu pembukaan KTT, dilakukan juga penyerahan
ketua KTT sebelumnya yaitu dari Presiden Soeharto ke Presiden Kolumbia. KTT ini
dihadiri oleh 113 Negara yang bertujuan memperjuangkan restrukturisasi dan
demokratisasi di PBB.
KTT GNB XII (1998)
KTT GNB XII (1998)
KTT XII
diselenggarakan di Cairo Mesir pada tahun 2 September 1998 – 3 September 1998.
KTT XI GNB ini dihadiri oleh 113 negara, bertujuan memperjuangkan demokratisasi
dalam hubungan internasional.
KTT GNB XIII (2003)
KTT GNB XIII (2003)
KTT XII diselenggarakan
di Kuala Lumpur, Malaysia pada 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003. Resolusi
KTT GNB Kuala Lumpur antara lain berisi penolakan tiga negara -- Iran, Irak dan
Korea Utara , atas sebutan sebagai poros kejahatan (axis of evil) oleh
Washington.
KTT GNB XIV (2006)
KTT GNB XIV (2006)
KTT XIV
diselenggarakan di Havana, Kuba 11 September 2006 – 16 September 2006.
Menghasilkan deklarasi yang mengutuk serangan Israel atas Lebanon, mendukung
program nuklir Iran, mengritik kebijakan Negara Amerika Serikat, dan menyerukan
kepada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan berkembang.
KTT GNB XV (2009)
KTT GNB XV (2009)
KTT XIV
diselenggarakan di Sharm El-Sheikh, Mesir tanggal 11-16 Juli 2009. Menghasilkan
sebuah Final Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi GNB tentang
semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB menegaskan
perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas
internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada Piagam PBB,
hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang
untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
Terkait dengan
dampak negatif krisis moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT
ke-15 menegaskan pula perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77
dan China. Suatu reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian
dan moneter global perlu dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara
berkembang dalam proses pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB.
KTT ke-15 GNB
menyatakan bahwa GNB mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat, termasuk
rakyat di wilayah yang masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB
mendukung hak-hak rakyat Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk
mendirikan negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur
sebagai ibu kota, serta solusi adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai
Resolusi PBB Nomor 194. GNB juga menolak segala bentuk pembangunan permukiman
Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur untuk tujuan mengubah peta demografis
di dua wilayah tersebut. GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi Dewan
Keamanan PBB dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan 4 Juni
1967 dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.
Konferensi Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok ke 14
Dari
tanggal 17 hingga 19 Agustus di Durban, Afrika
Selatan diadakan konferensi tingkat menteri Gerakan Non Blok
ke 14. Konferensi ini diadakan terutama untuk mempersiapkan KTT Gerakan Non
Blok ke 14 tahun depan serta perayaan peringatan 50 tahun gerakan itu di Bandung.
Sebab dulu di kota itulah diletakkan dasar Gerakan Non Blok yang dapat
dikatakan hingga sekarang sebagai organisasinya negara-negara miskin, yang peranannya
masih lemah di dalam menentukan arah politik dunia. Suatu saat mungkin Gerakan
Non Blok dapat lebih perkasa didalam menentukan arah angin perpolitikan global dengan
terlebih dahulu memperkuat secara ekonomi, politik dan militer negara-negara
anggotanya, karena tanpa semua itu GNB masih berada dalam lingkaran setan
keterbelakangan peran dan dibawah bayang-bayang dari organisasi-organisasi
politik dari negara maju yang sedemikian dominasinya.
Dua produk
pertama setelah berakhirnya Perang Dunia II adalah "Perang Dingin"
dan "Gerakan Non Blok". Produk ini muncul karena adanya perang
melawan kolonialisme dan rasisme serta tuntutan untuk mematuhi Piagam PBB. Tahun
1955 atas inisiatif PM India Jawaharlal Nehru 24 tokoh politik dari negara Asia
dan Afrika melakukan pertemuan di Bandung. Pertemuan ini dalam sejarah dikenal
sebagai Konferensi Asia-Afrika, yang dipimpin oleh tuan rumah Presiden Soekarno
dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Sebagai pelopor sebuah kelompok alternative
dalam politik dunia yang penting ketika itu, Presiden Yugoslavia Josip Broz
Tito juga mendukung gerakan ini. Pada pertemuan tahun 1956 di Yugoslavia dan
1961 di Kairo mereka mempersiapkan konferensi negara Non Blok pertama yang
kemudian diselenggarakan bulan September 1961 di Beograd. Dalam menghadapi
persenjataan atom AS, Uni Sovyet, Inggris dan Perancis, yang satu tahun kemudian
diikuti oleh Republik Rakyat Cina, konferensi itu diakhiri dengan sebuah seruan
pembatasan senjata.
Kemerdekaan dan koeksistensi damai antara system
masyarakat yang berbeda merupakan tujuan politik dan ideologi Gerakan Non Blok.
Para anggota pendiri serta anggota baru sepakat untuk bekerja tanpa kedudukan, tanpa
status formal dan tanpa agenda. Kepala Negara atau perdana menteri negara tuan
rumah yang saat itu menjabat sekaligus menjadi ketua. Tugas sehari-hari dilakukan
menteri luar negerinya dan wakil di PBB. Alasannya, dengan rotasi yang selalu
dilakukan, orang luar juga dapat mengamati karakter dari gerakan ini. Periode
sidang PBB yang teratur menawarkan waktu dan ruang yang cukup. Seluruh
keperluan administratif dan
politik dari Gerakan Non Blok diatur di New York.
Sejak
runtuhnya Uni Sovyet, Gerakan Non Blok kehilangan pengaruhnya dalam
perkembangan politik dunia. Selain Negara ambang industri seperti India dan Cina,
gerakan ini menjadi kelompok negara miskin di dunia yang beranggotakan 114
negara. Keanggotaan Yugoslavia sejak 1992 untuk sementara dihentikan. Meski
demikian negara-negara itu tetap mempertahankan organisasi dan tujuan mereka.
Kali ini Afrika Selatan mengundang anggota organisasi itu untuk melakukan konfrensi
tingkat menteri di Durban dari tanggal 17 hingga 19 Agustus mendatang. Kemudian
dilanjutkan dengan konferensi tingkat pemerintahan untuk melakukan persiapan
bagi penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika kedua tahun 2005 di Bandung yang diselenggarakan
bersamaan waktunya dengan KTT Gerakan Non Blok ke 14.
Gerakan Non-Blok: Salah Satu Fokus Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Berbicara mengenai
relevansi Gerakan Non-Blok sebagai salah satu fokus kebijakan luar negeri
Indonesia sejatinya dirasakan sebagai sebuah retorika. Pasalnya, apapun perkembangan
dunia yang terjadi sampai saat ini,
GNB bukan mustahil akan selalu eksis di antara negara
anggotanya. Ditambah lagi, GNB memiliki 118 negara anggota sekaligus menjadi
kelompok negara berkembang terbesar di di dunia. Bahkan, bisa meluaskan
kerjasamanya ke negara-negara lain yang bukan anggota seperti Rusia.
Meski terkesan retoris, eksistensi GNB bagi Indonesia
kini bukannya tidak dapat dijelaskan. Ada beberapa angle yang bisa
diambil untuk mengemukakan alasan mengenai pertanyaan seputar relevansi GNB
seperti pada uraian berikut.
Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 merupakan
proses awal lahirnya GNB. Dalam KAA ini, dihasilkan Dasa Sila Bandung sebagai
rumusan prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerjasama
antara negara anggota. Tujuan awal GNB untuk mengidentifikasi dan mendalami
masalah-masalah dunia di waktu itu dan berupaya menformulasikan kebijakan
bersama negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka pada tataran hubungan
internasional. Presiden Soekarno merupakan salah satu pendiri GNB selain
Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana
Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Pada
KTT I GNB di Beograd Yugoslavia tanggal 1-6 September 1961, ditegaskan bahwa
GNB tidak diarahkan pada peran pasif dalam politik internasional, tetapi
menempatkan negara secara independen sesuai kepentingan masing-masing negara
anggota.
Oleh karenanya, GNB masih relevan dalam kebijakan luar
negeri Indonesia karena dari latar belakang sejarah ini, terlihat peran dan
kontribusi penting negara Indonesia dalam mendirikan GNB. Prinsip dasar GNB
sejalan pula dengan kepentingan nasional Indonesia dalam menciptakan perdamaian
dunia seperti yang termuat dalam pembukaan UUD 1945. Bahkan, menurut Jospeh
Frankel, kepentingan nasional haruslah menjadi konsep kunci dalam setiap
kebijakan luar negeri sebuah negara. Jadi, sayang dan kurang tepat rasanya jika
kita menanggalkan GNB dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
Relevan untuk Semua Negara Anggota
Prinsip dasar GNB
dapat diaplikasikan pada rentang waktu yang tidak terbatas karena menyoal
kepada peran aktif negara dalam politik internasional. Sebagai contoh, visi GNB
dapat diperbarui untuk mengarah kepada kerjasama ekonomi internasional dan
peningkatan potensi ekonomi anggota GNB. Pun, masalah-masalah yang diperhatikan
GNB dapat lebih meluas saat ini karena adanya isu-isu keamanan non tradisional
seperti kemiskinan, lingkungan hidup, dan teknologi informasi dan komunikasi,
serta terorisme. Semuanya inilah yang perlu selalu dimasukkan dalam visi baru
GNB sehingga dengan demikian, relevansi GNB di era sekarang tetap terlihat.
Misalnya, yang ingin dibahas dalam KTT XIII GNB tahun 2003 di Kuala Lumpur
adalah mengenai aspek-aspek revitalisasi GNB seperti penerapan transparansi
dalam proses pengambilan keputusan, peningkatan peran aktif Ketua GNB dalam
proses penataan dunia yang adil dan damai, perbaikan mekanisme dalam
menyelesaikan konflik internal antar anggota, dan melindungi negara anggota
dari tekanan eksternal, serta menciptakan strategi jangka panjang, pendek, dan
menengah sehingga peran GNB pada tingkat global akan terus relevan.
Nihal Rodrigo,
Sekretaris Jenderal South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC)
menyatakan bahwa GNB masih relevan sampai sekarang karena sudah memiliki
karakter politik sendiri dan kedudukannya sudah kuat. Gerakan Non-Blok
merupakan kekuatan multipolar dan senantiasa menolak sistem bipolar yang merupakan
ideologi utama semasa Perang Dingin berlangsung. Saat ini, ada beberapa
perubahan yang dirasakan perlu menyangkut visi dan program GNB pasca perang
Dingin, namun tidak sampai membuat relevansi GNB berkurang. Bahkan, keanggotan
semakin bertambah dengan bergabungnya negara-negara yang baru merdeka di
Afrika.
Peran GNB Semakin Luas
Selama masa Perang
Dingin dan awal pembentukan GNB, keamanan tradisional adalah isu utama yang
menonjol. Namun setelahnya hingga saat ini, isu ini mulai teralihkan kepada
keamanan non-tradisional atau keamanan yang tidak mencakup isu militer.
Misalnya, lingkungan hidup dan perubahan iklim, ketersediaan sumber daya alam,
migrasi illegal, perdangan manusia dan obat terlarang, kesehatan manusia, dan
bahkan kesenjangan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju.
Kini, setiap negara
khususnya negara berkembang berusaha untuk mengatasi kesenjangan terhadap
negara-negara maju. Salah satu caranya, dengan meraih Millenium Development
Goals yang tak hanya bergerak di bidang ekonomi seperti pengentasan kemiskinan,
tapi juga kesehatan seperti peningkatan kualitas gizi ibu dan anak-anak. Hal
ini sejalan dengan hasil KTT XIV GNB di Havana tahun 2006 yang merumuskan
“Declaration on The Purposes and Principles and The Role of The Non-Aligned
Movement in The Present International Juncture”, khususnya dalam Dokumen I
bagian 8q:
To respond to the challenges and to take
advantage of the opportunities arising from globalization and interdependence
with creativity and a sense of identity in order to ensure its benefits to all
countries, particularly those most affected by underdevelopment and poverty,
with a view to gradually reducing the abysmal gap between the developed and
developing countries.
Dalam KTT Havana ini
juga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pernyataannya mengenai upaya
negara berkembang dalam meningkatkan perekonomian. Sebab, masalah-masalah
kemanusiaan akan dapat diatasi jika kesejahteraan masyarakat tercapai sementara
di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, masih banyak rakyat yang
hidup miskin. Presiden dalam kesempatan ini juga menyatakan agar negara maju
dan kaya hendaknya lebih ramah dalam membantu negara berkembang, termasuk
meningkatkan investasi, bertukar pengetahuan dan teknologi. Termasuk juga negara
maju diharapkan mau membuka pasarnya untuk menerima impor barang dan hasil
pertanian dari negara berkembang. Dan untuk negara-negara berkembang. Presiden
Susilo mengingatkan bahwa masih banyak pencapaian yang harus dilakukan. Seperti
melawan korupsi, memperbaiki sistem pemerintahan, mengolah sumber daya alam,
dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Usaha GNB dalam
mewujudkannya diakui pula oleh Sekretaris Jenderal Kofi Annan yang menyebutkan
data bahwa kawasan Selatan-Selatan mengalami pertumbuhan tingkat perdagangan
sebanyak 2 kali lipat usai KTT GNB di Havana.
Gerakan Non-Blok dan Rusia: Sebuah Peluang Bagi
Indonesia
Rusia kini tengah
berupaya menjalin kerjasama dengan GNB atas dasar pertimbangan agenda
internasional yang sama. Antara lain dalam menjaga perdamaian dan keamanan,
perlucutan senjata dan non-proliferasi nuklir, termasuk fokus pada prospek
hubungan dengan negara-negara Timur Tengah, serta persamaan keinginan untuk
melakukan reformasi terhadap Dewan Keamanan PBB dan atas kebijakan luar negerinya
yang terlalu didominasi oleh Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Menteri
Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri
Mesir Ahmad Abu-al-Ghayt, Menteri Luar Negeri Iran Manuchehr Mottaki, dan
Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez dalam perayaan Majelis Umum PBB ke-64.
Dengan kerjasama
ini, diharapkan dapat membawa dampak yang menguntungkan bagi negara-negara
anggota GNB termasuk Indonesia. Apalagi, hubungan Jakarta-Moskow sebelumnya pun
sudah terjalin dengan baik. Tetapi, dengan partisipasi Rusia dalam GNB maka
dapat berimbas kepada peningkatan kerjasama antara Indonesia-Rusia, baik di
bawah hubungan bilateral kedua negara maupun di bawah payung GNB.
Sebagai contoh,
memerangi terorisme merupakan tujuan bersama ketiga pihak. Khusus untuk
Indonesia dan Rusia, pertemuan pertama Kelompok Kerja RI-Rusia mengenai
Pemberantasan Terorisme telah dilakukan pada tanggal 22 November 2010 di
Moskow. Adapun kerjasama ini didasari oleh kemiripan pandangan dan kebijakan
dalam menangani terorisme yang dimiliki Rusia-Indonesia sehingga dapat
memperkuat kesepakatan pengembangan kerjasama lewat forum diskusi, latihan
bersama, dan peningkatan teknologi informasi.
Sementara itu,
kerjasama internasional yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia dalam
penanganan terorisme juga adalah melalui Gerakan Non Blok. Dalam hal ini, GNB
menjadi wadah untuk mengidentifikasi permasalahan dan mencari solusi yang
akurat dan pragmatis. Sejak insiden serangan bom terbaru di Indonesia di Hotel
Ritz-Carlton dan JW Marriot tahun 2009, negara anggota GNB berkomitmen untuk
melawan terorisme sesuai dengan peran dalam perdamaian dunia. Sehingga, para
anggota GNB juga mendorong terbentuknya rancangan konvensi komprehensif
mengenai terorisme internasional sekaligus mendorong terlaksananya Strategi
Kontra Terorisme Global PBB.
Lebih lanjut,
partisipasi Indonesia selama ini di GNB atas dasar kebijakan luar negeri yang
independen dan kebijakan ekonomi yang pragmatis ternyata berdampak
menguntungkan. Sebab, bersama negara India, Singapura, Malaysia, Pakistan,
Iran, Mesir, Afrika Selatan dan Chile, Indonesia berhasil menjalin kerjasama
dengan mengekspor barang ke Rusia dan bekerja sama juga di bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan. Ini artinya, bahwa kerjasama Rusia dengan GNB akan menambah
aktif peran GNB dalam politik internasional sekaligus akan mengaktifkan peran
Indonesia pula secara tak langsung karena peran Indonesia yang juga penting
dalam GNB.
Dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta, pada tahun 1992, sebagian
besar ketidakpastian dan keragu-raguan mengenai peran dan masa depan GNB
berhasil ditanggulangi. Pesan Jakarta, yang disepakati dalam KTT GNB ke-10 di
Jakarta, adalah dokumen penting yang dihasilkan pada periode kepemimpinan
Indonesia dan memuat visi baru GNB, antara lain:
- Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerjasama konstruktif sebagai komponen integral hubungan internasional;
- Menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya;
- Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Selaku ketua GNB
waktu itu, Indonesia juga “menghidupkan kembali dialog konstruktif
Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine
interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab
bersama”. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah hutang
luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/ Heavily Indebted Poor
Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif. Sementara guna
memperkuat kerjasama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk
“mengintensifkan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective
self-reliance”. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena,
Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerjasama Teknik
Selatan-Selatan GNB.
Dalam kaitan dengan upaya
pembangunan kapasitas negara-negara anggota GNB, sesuai mandat KTT GNB Ke-11,
di Cartagena tahun 1995, telah didirikan Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan
GNB (NAM CSSTC) di Jakarta, yang didukung secara bersama oleh Pemerintah Brunei
Darussalam dan Pemerintah Indonesia. NAM CSSTC telah menyelenggarakan berbagai
bidang program dan kegiatan pelatihan, kajian dan lokakarya/seminar yang
diikuti negara-negara anggota GNB. Bentuk program kegiatan NAM CSSTC difokuskan
pada bidang pengentasan kemiskinan, memajukan usaha kecil dan menengah,
penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam masa mendatang diharapkan
negara-negara anggota GNB, non-anggota, sektor swasta dan organisasi
internasional terdorong untuk terlibat dan berperan serta dalam meningkatkan
kerjasama Selatan-Selatan melalui NAM CSSTC. Upaya mengaktifkan kembali
kerjasama Selatan-Selatan ini merupakan tantangan bagi GNB antara lain untuk
menjadikan dirinya tetap relevan saat ini dan di waktu mendatang.
Munculnya tantangan-tantangan global
baru sejak awal abad ke-21 telah memaksa GNB terus mengembangkan kapasitas dan
arah kebijakannya, agar sepenuhnya mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan
tidak hanya bagi negara-negara anggotanya tetapi lebih terkait dengan
kontribusinya dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Isu-isu menonjol
terkait dengan masalah terorisme, merebaknya konflik intra dan antar negara, perlucutan
senjata dan senjata pemusnah massal, serta dampak gobalisasi di bidang ekonomi
dan informasi teknologi, telah menjadikan GNB perlu menyesuaikan kebijakan dan
perjuangannya. Dalam konteks ini, GNB memandang perannya tidak hanya
sebagai obyek tetapi sebagai mitra seimbang bagi pemeran global lainnya.
Dalam kaitan ini, KTT ke-15 GNB di
Sharm El-Sheikh, Mesir, yang diselenggarakan tanggal 11-16 Juli 2009 telah
menghasilkan sebuah Final Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi
GNB tentang semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB
menegaskan perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya
komunitas internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada
Piagam PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan
berkembang untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
Terkait dengan dampak negatif krisis
moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT ke-15 menegaskan pula
perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77 dan China. Suatu
reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian dan moneter global
perlu dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses
pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB.
KTT ke-15 GNB menyatakan bahwa GNB
mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat, termasuk rakyat di wilayah yang
masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB mendukung hak-hak rakyat
Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk mendirikan negara Palestina
merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota, serta solusi
adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai Resolusi PBB Nomor 194. GNB
juga menolak segala bentuk pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan
Jerusalem Timur untuk tujuan mengubah peta demografis di dua wilayah tersebut.
GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dengan mundur
dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan 4 Juni 1967 dan mundur total dari
sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.
Dalam bidang politik, Indonesia
selalu berperan dalam upaya peningkatan peran GNB untuk menyerukan perdamaian
dan keamanan internasional, proses dialog dan kerjasama dalam upaya
penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan
isu-isu dan ancaman keamanan global baru. Indonesia saat ini menjadi Ketua
Komite Ekonomi dan Social, Ketua Kelompok Kerja Perlucutan Senjata pada Komite
Politik, dan anggota Komite Palestina.
Pada tanggal 17-18 Maret 2010 telah
diselenggarakan Pertemuan Special Non-Aligned Movement Ministerial Meeting
(SNAMMM) on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and Development
di Manila. Pertemuan dihadiri oleh Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo;
Presiden Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB), Dr. Ali Abdussalam Treki; Menlu
Filipina, Alberto Romulo; dan Menteri Agama Mesir, Dr. Mahmoud Hamdy Zakzouk,
dalam kapasitasnya sebagai Ketua GNB, serta delegasi dari 105 negara anggota
GNB.
Secara umum, para delegasi anggota
GNB yang hadir pada pertemuan tersebut sepakat, bahwa konflik di dunia saat ini
banyak diakibatkan oleh kurangnya rasa toleransi. Disamping itu banyak negara
anggota GNB menjelaskan berbagai aspek ketidakadilan politik, ekonomi dan
sosial yang dapat memicu timbulnya ekstrimisme dan radikalisme.
Menlu RI dalam pertemuan tersebut
menyampaikan capaian yang dilakukan Pemri dalam diskursus tersebut. Menlu RI
juga menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi berbagai tantangan
global. Untuk itu, dengan tekad yang kuat serta didasarkan atas kesamaan nilai
yang dianut, diharapkan negara anggota GNB dapat memberikan kontribusi bagi
masyarakat internasional dalam membangun ”global resilience” untuk menghadapi
berbagai tantangan di dunia.
Menlu RI lebih lanjut menjelaskan
pentingnya dialog antar peradaban dan lintas agama untuk meningkatkan people to
people contact, menjembatani berbagai perbedaan melalui dialog dan menciptakan
situasi yang kondusif pagi perdamaian, keamanan dan harmonisasi atas dasar
saling pengertian, saling percaya dan saling menghormati.
Untuk itu, GNB seyogyanya terus
melakukan berbagai upaya dan inisiatif konkrit dalam mempromosikan dialog dan
kerjasama untuk perdamaian dan pembangunan. Dari pengalaman Indonesia
memprakarsai berbagai kegiatan dialog lintas agama di berbagai tingkatkan,
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya global dalam mempromosikan
keharmonisan dan perdamaian di dunia.
Pertemuan SNAMMM mengesahkan
beberapa dokumen sebagai hasil akhir yaitu: Report of the Rapporteur-General of
the SNAMMM on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and evelopment, dan
Manila Declaration and Programme of Action on Interfaith Dialogue and
Cooperation for Peace and Development.
Indonesia akan
menyelenggarakan 16th Ministerial Conference and Commemorative Meeting of the
Non-Aligned Movement/Konferensi Tingkat Menteri ke-16 Gerakan Non Blok (KTM
ke-16 GNB) dan sekaligus Pertemuan Peringatan 50 Tahun GNB di Bali pada tanggal
23 – 27 Mei 2011. Keistimewaan KTM ke-16 GNB adalah pelaksanaannya yang
bertepatan dengan 50 tahun berdirinya GNB sejak terselenggaranya pada bulan
September 1961 di Beograd, Yugoslavia. Oleh karena itu, pelaksanaan KTM akan
pula diikuti dengan Pertemuan Peringatan 50 tahun berdirinya GNB (Commemorative
Meeting).
KTM ke-16 GNB yang mengangkat tema
“Shared Vision on the Contribution of NAM for the Next 50 Years” merupakan
pertemuan paruh waktu antar dua KTT dan agenda utamanya adalah mengulas
perjalanan GNB pasca KTT di Sharm El Sheik, Mesir pada bulan Juli 2009. KTM ini
akan menghasilkan dokumen akhir yang menjadi rujukan terkini bagi anggota GNB
dalam pelaksanaan hubungan internasionalnya, sedangkan Commemorative Meeting
akan menghasilkan Bali Commemorative Declaration (BCD) yang berisi visi GNB ke
depan.
KTM ke-16 GNB kali ini mengundang partisipasi
para Menteri Luar Negeri dari 118 negara anggota GNB dan 2 (dua) negara calon
anggota, yaitu Fiji dan Azerbaijan yang akan dikukuhkan keanggotaannya pada
acara tersebut. Selain Menteri Luar Negeri, turut diundang pula kehadiran
delegasi dari 18 negara dan 10 organisasi pengamat, serta 26 negara dan 23
organisasi undangan.
Penyelenggaraan KTT Non blok1. KTT Non blok I di Beograd (Yugoslavia), 1-6 September 1961.
2. KTT Non blok II di Kairo (Mesir), 5-10 Oktober 1964.
3. KTT Non blok III di Lusaka (Zambia), 8-10 September 1970.
4. KTT Non blok IV di Aljir (Aljazair), 5-9 Agustus 1973.
5. KTT Non blok V di Kolombo (Srilanka). 16 - 19 Agustus 1976.
6. KTT Non blok VI di Havana (Kuba), 3-9 September 1979.
7. KTT Non blok VII di New Delhi (India), 7-12 Maret 1983.
8. KTT Non blok VIII di Harare (Zimbabwe), 1-6 September 1986.
9. KTT Non blok IX di Beograd (Yugoslavia), 4-7 September 1989.
10. KTT Non blok X di Jakarta (Indonesia), 1-6 September 1992.
11. KTT Non blok XI di Cartagena (Kolombia), 16 - 22 Oktober 1995.
12. KTT Non blok XII di Durban (Afrika Selatan), 28 Agustus - 3 September 1998.
Pada tahun 1989
negara-negara komunis di Eropa Timur mengalami keruntuhan. Perkembangan situasi
politik tersebut disusul bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991. Adanya perubahan
di kebanyakan negara Eropa Timur tidak berarti organisasi Non blok harus
membubarkan diri.
Di era pasca perang
dingin, negara-negara Non blok justru harus memusatkan perhatiannya kepada
seluruh persoalan dunia, seperti masalah penjajahan, ketidakadilan, ketimpangan
sosial, dampak globalisasi ekonomi, dan penindasan hak asasi manusia.
VII. Berita Terkait Anggota GNB dukung prakarsa Palestina di PBB
VIII. PERKEMBANGAN GERAKAN NON BLOK TATANAN DUNIA, UTARA-SELATAN & GLOBALISASI
A. PERKEMBANGAN TATANAN DUNIA, HUBUNGAN UTARA-SELATAN DAN MUNCULNYA KECENDERUNGAN YANG BERSIFAT GLOBAL DAN REGIONAL1. Gerakan Non Blok
· Gerakan Non Blok (GNB) merupakan sebuah organisasi dari negara yang tidak memihak Blok Barat dan Blok Timur.
· Penggagas dari Gerakan Non Blok adalah Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Josef Broz Tito (Yugoslavia), Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir), Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India), dan Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Ketegangan-ketegangan akibat perang dingin dapat saja mengancam kemerdekaan nasional maupun keutuhan wilayah negara-negara yang baru merdeka. Dengan demikian munculnya Gerakan Non Blok berusaha untuk mencarikan alternatif lain untuk ikut memelihara perdamaian dan keamanan Internasional. Corak politik yang dijalankan oleh anggota-anggota Gerakan Non Blok adalah politik bebas aktif.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dari lima negara yang dilaksaakan di Beograd tahun 1961 berhasil meletakan prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok Gerakan Non Blok. Para anggota sepakat untuk menghormati, menjunjung tinggi, dan melaksanakan prinsip-prinsip dasar yang meliputi:
· Mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip-prinsip universal tentang kesamaan kedaulatan, hak dan martabat, antara negara-negara di dunia.
· Kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas wilayah, persamaan derajat, dan kebebasan setiap negara untuk melaksanakan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan politik.
· Kemerdekaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa yang masih terjajah oleh bangsa lain.
· Menghormati hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental.
· Menentang imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, perbedaan warna kulit termasuk zionis dalam segala bentuk, serta menentang segala bentuk ekspansi, dominasi serta pemuasan kekuatan.
· Menolak pembagian dunia atas blok atau persekutuan militer yang saling bertentangan satu sama lainnya, menarik semua kekuatan militer asing dan mengakhiri pangkalan asing.
· Menghormati batas-batas wilayah internasional yang sah dan telah diakui serta menghindari campur tangan atas urusan dalam negeri negara-negara lain.
· Menyelesaikan persengketaan secara damai.
· Mewujudkan suatu tata ekonomi dunia baru.
· Memajukan kerja sama internasional berdasarkan asas persamaan derajat.
Adapun tujuan dari Gerakan Non Blok adalah:
· Mendukung perjuangan dekolonisasi dan memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, zionisme.
· Merupakan wadah perjuangan sosial politik negara-negara yang sedang berkembang.
· Mengurangi ketegangan antara Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
· Tidak membenarkan usaha penyelesaian sengketa dengan kekerasan senjata.
Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negara- negara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War).
Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut.
1) Munculnya dua blok. yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.
2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya meredakan ketegangan dunia.
3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.
4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran.
5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
a)
Presiden Soekarno (Indonesia),
b)
PM Jawaharlal Nehru (India),
c)
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
d)
Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
e)
Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Berdirinya Gerakan
Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari
Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal
Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia
(Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).
Kata “Non-Blok”
diperkenalkan pertama kali[rujukan?] oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan
lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi
Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini
kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut
adalah:
1. Saling menghormati integritas teritorial
dan kedaulatan.2. Perjanjian non-agresi
3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
5. Menjaga perdamaian
Gerakan Non-Blok
sendiri bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sebuah
konferensi yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana,
negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan
mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur. Pendiri
dari gerakan ini adalah lima pemimpin dunia: Josip Broz Tito presiden
Yugoslavia, Soekarno presiden Indonesia, Gamal Abdul Nasser presiden Mesir,
Pandit Jawaharlal Nehru perdana menteri India, dan Kwame Nkrumah dari Ghana.
Gerakan ini sempat
kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-anggotanya
mulai terpecah dan bergabung bersama Blok lain, terutama Blok Timur. Muncul
pertanyaan bagaimana sebuah negara yang bersekutu dengan Uni Soviet seperti
Kuba bisa mengklaim dirinya sebagai negara nonblok. Gerakan ini kemudian
terpecah sepenuhnya pada masa invasi Soviet terhadap Afghanistan tahun 1979.
IX.
GERAKAN
NON BLOK DALAM MASA KEPEMIMPINAN INDONESIA 1992 -1995
Politik
non blok atau non alignment setelah Perang Dunia ke II, dimana ketika situasi
politik internasional ditandai dengan adanya perundingan antar blok barat dan blok timur ditengah tengah perang dinginnya paham itu
berkembanglah gagasan yang terwujud menjadikan
Gerakan Non Blok ataupun Non Alignment Movement.
Pengejawantahannya
yang pertama adalah Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok
di Beograd, Yugoslavia 1-6 September 1961. Gerakan Non Blok ini juga bertujuan
untuk mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan
pelaksanaan universal dari prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai,
menentang imperialisme, kolonialisme, neokolomalisme, perbedaan warna kulit
termasuk zionisme dan segala bentuk ekspansi, dominasi dan pemusatan kekuasaan.
Sedangkan beberapa tujuan lainnya adalah
sebagai berikut yang mana memajukan usaha kearah perdamaian dunia dan hidup
berdampingan secara damai dengan jalan memperkokoh peranan PBB menjadi alat
yang lebih efektif bagi usaha usaha perdamaian dunia, menyelesaikan persengketaan
internasional diantara negara-negara anggotanya secara damai dan juga
mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah
pengawasan internasional yang efektif.
Dalam
perjalanan sampai dengan sekarang ini Gerakan Non Blok telah melakukan 10 KTT.
Tiap KTT mempunyai warna dan ciri sendiri-sendiri. Dari warna dan ciri tersebut
dapat diketahui partisipasi Gerakan Non Blok dalam turut memecahkan persoalan-persoalan
dunia dengan tetap mengadakan konsolidasi terhadap tubuh Gerakan agar tetap
mengadakan atau agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok
Non Blok.
Berdasarkan
sikap dan posisi yang nampak dalam berbagai pertemuan Non Blok, secara garis
besarnya terdapat 3 pengelompokan di dalam Gerakan Non Blok,
yaitu :
1. Kelompok
MAINSTREAM, yaitu kelompok yang ingin tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar dan tujuan Gerakan Non
Blok, dan yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; INDONESIA,
ARGENTINA, INDIA, BANGLADESH, GABON, PAKISTAN, SRILANKA, SENEGAL, TUNISIA,
SAUDI ARABIA.
2. Kelompok EKSTRIM KIRI, yaitu dalam kelompok
ini termasuk juga negara yang mempunyai kerjasama di berbagai bidang dengan UNI
SOVYET melalui perjanjian bilateral (Treaty on Friendship and Cooperation) yang
terrnasuk dalam kelompok ini antara lain CUBA, AFGANISTAN, ANGOLA, VIETNAM dan
LIBYA.
3. Kelompok
EKSTRIM KANAN, yaitu yang termasuk dalam kelompok ini antara lain MESIR,
SINGAPURA, ZAIRE.
Sebelum
kita membicarakan tentang apa saja yang telah dihasilkan selama Kepempinan
Indonesia yang diketuai oleh Bapak Presiden Soeharto ada baiknya dipaparkan sedikit
tentang KTT GNB yang ke 10 yang diselenggarakan tanggal 1-6 September 1992 yang
lalu.
KTT
GNB X yang dibuka secara resmi oleh Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB tanggal
1-6 September 1992, yang diikuti oleh 108 negara anggotanya mengusulkan
kerjasama, alih pengalaman dan pengetahuan, dalam tiga hal yaitu : pangan,
kependudukan dan pengurangan beban pembayaran utang luar negeri. Tiga hal ini
adalah merupakan hal yang penting dan yang paling dulu harus ditangani secara
serius. Pesan Jakarta adalah merupakan
hasil KTT Gerakan Non Blok di Jakarta tanggal 1-6 September 1992. Pesan Jakarta
ini terdiri dari 27 butir yang terdiri dari berbagai masalah seperti: Ekonomi,
Politik, Sosial budaya, Ilmu Pengetahuan danlain-lain dan beberapa diantaranya
adalah :
ü
GNB memberikan konstribusi untuk menimbulkan perbaikan bagi iklim
politik Internasional.
ü
GNB menghorrnati kedaulatan suatu negara, mentaati sepenuhnya
prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
ü
GNB ingin agar Israel mundur dari seluruh wilayah Arab yang
didudukinya termasuk Yerussalem.
ü
GNB menyarnbut baik kemajuan dalam pembatasan senjata konvensional
dan nuklir.
ü
GNB menyerukan dipercepatnya pembangunan negara-negara berkembang berdasarkan
stabilitas, perturnbuhan dan distribusi.
ü
GNB melihat kerjasama Selatan-Selatan penting untuk memajukan pembangunan
sendiri dan mengurangi ketergantungan kepada Utara.
ü
GNB menekankan kembali hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
kebenaran yang universal.
ü
GNB menyatakan komitmennya konfersi dunia mengenai wanita 1995 –Aksi
persamaan pembangunan dan perdamaian.
ü
GNB yakin integrasi wanita yang sama dan sepenuhnya dalam proses pembangunan
pada segala tingkatan merupakan sasaran GNB.
ü
GNB memproyeksikan gerakan sebagai komponen konstruktif
bersemangat dan sepenuhnya saling tergantung pada hubungan Internasional yang
utama.
Peranan
Kepemimpinan Indonesia dan Hasil-hasilnya
Dalam
hal ini yang akan dijabarkan adalah yang mana Presiden Soeharto sebagai Ketua
GNB dan apa saja yang telah dihasilkannya sampai sekarang ini mulai dari
berakhirnya KTT GNB ke-10 tanggal 1-6 September 1992 lalu. Menurut Kepala Negara Bapak Presiden Soeharto
bahwa GNB dalam era pasca perang dingin masih terus relevan, maka beliau selaku
Ketua GNB telah memperlihatkan usaha dan niat yang sungguh-sungguh untuk
menemukan kembali arah GNB dan mengembangkan melalui usaha nyata –Kerjasama
Selatan-Selatan
-Menghidupkan kembali
dialog Utara -Selatan.
Dalam
kaitannya dengan hal yang disebutkan terakhir, Presiden menegaskan, bahwa agar
Selatan tidak dianggap hanya bisa "Menuntut", maka pendekatan lama yang
cenderung konfrontatif akan diganti dengan pendekatan kemitraan. Kesungguhan
Kepala Negara untuk terus menjaga momentum diperlihatkan juga dengan penegasan,
bahwa hasil-hasil KTT GNB X tidak akan ditangani secara umum, tetapi akan
ditangani secara khusus. Pengangkatan Nana Sutresna sebagai "Kepala Staf"
GNB, juga Prof. Widjojo Nitisastro sebagai koordinator tim-tim ahli, serta
empat Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, Achmad Thahir, Alamsyah Ratu
Perwiranegara dan Hasnan Habib sebagai duta besar wilayah adalah bukti yang
jelas adanya kesungguhan Indonesia dalam memimpin dan menyukseskan GNB.
Oleh
karena itu kita dapat melihat hasil-hasil yang akan dicapai setelah KTT GNB X
1992 dalam kepemimpinan Indonesia dengan Bapak Presiden Soeharto sebagai Ketua
GNB. Banyak yang telah dihasilkan sampai
sekarang ini sebagai contoh adalah :
1. Gerakan
Non Blok putuskan untuk mengirim utusan Palestina ke negara-negara Arab adalah
untuk langsung terlibat dalam negosiasi-negosiasi yang mendukung usaha
Palestina memperoleh haknya kembali yang mana keputusan yang diambil oleh Ketua
GNB -Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu Palestina Farouk Kaddoomi
seusai sidang Komite Palestina GNB di Bali yang dalam hal ini menurutnya keputusan
tersebut menunjukkan dukungan Gerakan Non Blok kepada rakyat Palestina dalam
memperoleh haknya kembali dan akan berusaha membuat warga Israel mundur dari
kawasan yang diduduki. Komite Palestina GNB terdiri dari Aljazair, India,
Bangladesh, Senegal, Gambia, Zimbabwe, Palestina dan Indonesia, komisi GNB
untuk Palestina diketuai oleh Indonesia.
2. Gerakan
Non Blok ingin berdialog dengan Peserta KTT G7 di TOKYO. Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB dalam
dialog tersebut sebenarnya ingin menyampaikan berbagai masalah terutama yang
tercantum dalam PesanJakarta (the Jakarta Messages), dimana salah satu hasil
KTT-GNB di Jakarta tahun 1992 adalah negara negara GNB akan mengadakan
kerjasama misalnya negara Afrika akan mengirimkan petani atau petugas Keluarga
Berencana ke Indonesia untuk melakukan magang.
Namun karena Indonesia dan negara Afrika itu tidak memiliki dana yang
cukup untuk membiayai program magang ini, maka akan dicari Negara ketiga
terutama negara maju yang bersedia membiayai pengiriman petani Afrika ke Indonesia.
Dialog negara maju dan berkembang yang disebut sebagai dialog Utara Selatan. Dialog
yang diharapkan akan tercapai itu ternyata tidak dapat dicapai sehubungan
dengan tidak diundangnya Presiden Soeharto sebagai ketua GNB dalam KTT G-7 di
Tokyo. Sikap negara maju yang mengabaikan niat baik Gerakan Non Blok untuk
menyampaikan suaranya dalam kesempatan KTT G-7 di Jepang disesalkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Apa yang
hendak disampaikan adalah buah pikiran negara anggota GNB terhadap keadaan
dunia saat ini, situasi dunia yang tengah dihadapi dan usulan terhadap upaya
bersama yang dapat dijalin oleh negara maju maupun negara sedang berkembang. Kelompok
G-7 dalam hal ini terdiri dari Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, March 11,
Italia, Jepang dan Amerika Serikat.
3. Upaya Penyelesaian Hutang Negara
Negara Selatan
Beban hutang
negara negara Non Blok adalah masalah yang cukup penting untuk dibahas dan
dicari penyelesaiannya. Mengenai masalah beban hutang negaranegara dunia ketiga
ini cukup banyak mendapat sorotan dan diharapkan agar dibawah kepemimpinan Indonesia,
masalah hutang yang menjadi salah satu agenda
utama KTT Non Blok ke X bias diselesaikan dengan terobosan-terobosan yang cukup
berarti. Dan untuk mewujudkan hal ini Presiden Soeharto mengundang Negara-negara
untuk berbagi pengalaman dimana Indonesia sebagai Negara penghutang pada
Negara-negara lain dinilai oleh Bank Dunia dapat membayar hutangnya sesuai waktu
yang telah ditentukan.
Presiden Soeharto
juga kembali mengungkapkan pandangan-pandangannya yang telah diungkapkan pada
saat menerima sejumlah kepala negara di New York, dimana Presiden Soeharto
mengingatkan kembali negara maju untuk memenuhi komitmennya menyisihkan 0,7 %
dari GNP mereka bagi membutuhan negara berkembang. Namun sejauh ini baru
sekitar 0,37 % yang telah diberikan. Dengan demikian masih ada kekurangan 0,3
-0,4 % atau sekitar 50 Milyard dollar Amerika dari keseluruhan komitmen yang
mereka berikan .
Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya kerjasama
selatan-selatan, bukan hanya sekedar menyelesaikan masalah sosio ekonomi tetapi
juga melalui kerjasama konkret antara selatan -selatan untuk memberi bobot
dalam dialog dengan utara. Kepala negara mengingatkan negara maju yang disebut
kelompok utara dan negara berkembang termasuk negara selatan saling membutuhkan
antara lain karena nasib dan kepentingan mereka sangat terkait satu sama
lainnya.
Negara selatan tidak akan dapat mencapai
sasarannya dalam pembangunan bila negara utara tidak berusaha menciptakan lingkungan
eksternal yang mendukung pembangunan di selatan. Namun dipihak lain negara utara
dan negara industri maju akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan
pertumbuhan ekonominya tanpa adanya stabilitas dan pembangunan di selatan. Jika
selatan sampai kehilangan pasar yang luas dan vital.
Menurut presiden
Soeharto cara bijaksana adalah kedua pihak harus
menyadari saling ketergantungan antar mereka dan selanjutnya bersama
sama menghasilkan cara pemecahan bersama dalam menghadapi tantangan tantangan berat
dalam masa krisis sekarang ini.
4. Bantuan untuk Petani Afrika
Presiden Soeharto
secara khusus mengundang Brunei untuk turut serta dalam kerjasama
selatan-selatan. Dalam kerangka kerjasama ini, Indonesia secara konkret menawarkan
untuk menukar pengalaman dalam upaya meningkatkan produk sokongan kepada negara
Negara Afrika yang mengalami kelaparan dewasa ini. Indonesia rnengundang para
petani negara Afrika itu untuk melihat secara langsung secara praktek ditengah
tengah petani Indonesia. Dalam hal ini Brunei diminta memberikan dana untuk membiayai
perjalanan para petani Afrika itu ke Indonesia, karena baik negara-negara
Afrika itu maupun Indonesia tidak mampu membiayai program ini.
Dengan demikian diharapkan
negara negara utara dapat merealisasikan kesanggupan mereka untuk memenuhi
sasaran yang telah disepakati bagi pembangunan resmi dan Presiden Soeharto menegaskan
yang harus dipahami setiap negara adalah kedaulatan menentukan sistem sosial
ekonomi dan politik nasionalnya masing masing.
5. Pidato pada KTT Pernbangunan Sosial di Kopenhagen, Denmark
KTT yang diadakan oleh
PBB di Kopenhagen telah memberikan kesempatan dan merupakan momentum yang tepat
bagi Presiden Soeharto sebagai pemipinan Gerakan Non Blok dengan rnernberikan
pidato pertama yang menyerukan kerjasama diantara negara maju dan negara
berkembang untuk memperbaiki nasib orang miskin yang jumlahnya sekitar 1
Milyard didunia ini.
Pengalaman umumnya
negara negara anggota GNB bahwa sekalipun upaya- upaya mencapai pertumbuhan
ekonomi merupakan hal yang penting tetapi hal itu bukanlah merupakan tujuan
utama dari pembangunan, melainkan kebijakan pembangunan juga harus menempatkan
manusianya sebagai pusat perhatiannya. Masalah kemiskinan dan pengangguran haruslah
mendapat prioritas utama sebagai dapat saja menjadi salah satu penyebab
instabilitas.
Masalah yang harus
mendapat perhatian khusus adalah hutan luar negeri, sistem perdagangan bebas
serta pengendalian jumlah penduduk khususnya juga masalah keamanan pangan di
Afrika. GNB telah mencoba meringankan kemiskinan melalui berbagai cara seperti peningkatan
produksi pangan dan dalarn hal ini mengharapkan kerjasarna maksimal dari PBB
sebagai badan dunia untuk memainkan peranan yang lebih penting dengan mencoba
mewujudkan tatanan Tata Dunia Baru dalam usaha memecahkan masalah
keterbelakangan dan kemiskinan.
6. Pertemuan Informal Negara Berpenduduk Banyak
Ditengah tengah KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Presiden
Soeharto sebagai pemimpin GNB telah meluangkan waktu untuk mengadakan pertemuan
informal dengan 9 negara yang memiliki penduduk terbanyak didunia yaitu, Indonesia,
Bangladesh, Brazil, Cina, Mesir, India, Meksiko, Nigeria dan Pakistan. Pertemuan
informal ke 9 negara berkembang tersebut membahas masalah pendidikan bagi semua
(Education For All) yang diselenggarakan oleh Badan-Badan PBB yaitu UNESCO,
UNICEF, UNFPA dan UNDP. Gerakan Non Blok memandang perlu bahwa pendidikan
merupakan landasan penting bagi upaya meningkatkan kemajuan, kemakmuran dan
kesejahteraan.
Program
konkrit dari pernyataan tersebut adalah dalam realisasinya mengadakan program
wajib belajar seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Sebagai
tindak lanjut dari pertemuan informal ini akan dilanjutkan di Bali, bulan September
yang akan datang.
7. Kunjungan Pemimpin Gerakan Non Blok ke Zagreb, Kroasia dan Sarajevo,
Bosnia Sesudah KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, pemimpin GNB telah mengadakan
kunjungan yang dinilai oleh PBB sekalipun sangat berani dan beresiko tinggi
yaitu ke Kroasia dan Sarajevo yang tengah dilanda peperangan antar etnis.
Setelah kujungan resminya selama 2 hari di Zagreb, kemudian diikuti dengan kunjungan
selama 6 jam ke Sarajevo, Bosnia. Dalam pernyataan selaku pemimpin GNB, presiden
Soeharto telah menyuarakan pandangan GNB terhadap bekas salah satu negara
pendiri GNB yaitu Yugoslavia terdahulu, yaitu bahwa tidak ada pihak yang dapat menyelesaikan
pertikaian etnis diantara mereka kecuali oleh para pemimpin negara-negara
kawasan bekas Yugoslavia sendiri. Gerakan Non Blok akan mencoba membantu
semampu mungkin tanpa ikut campur secara langsung melalui jalan jalan
diplomatik yang syah dan sesuai dengan prinsip GNB itu sendiri. Secara moril
kunjungan pemimpin GNB ini dianggap sebagai dorongan dan perhatian bahwa GNB
sangat prihatin akan masalah yang berkepanjangan yang belum terselesaikan sampai
sekarang.
Prospek
dan Tindak Lanjutnya
Dalam
prospek tindak lanjut ini dipertanyakan apakah Gerakan Non Blok akan diteruskan,
karena pada satu sisi masalah pertentangan antara blokBarat dan blok Timur
sudah berakhir. Presiden Soeharto mengatakan “Selama Perdamaian Dunia terancam kemerdekaan
bangsa berkembang, aspirasi rakyat terhambat dan ketidak adilan ekonomi masih
berlanjut maka selam aitu juga GNB tetap berada digaris depan untuk berjuang
menentangnya”.
Bouthros-Ghali mengatakan gerakan Non Blok
harus tetap ada walaupun telah usai dekolonisasi dan pendekatan timur barat
yang diikuti lenyapnya blok persekutuan politik dan keamanan global. Non Blok
harus tetap pada 5 prinsip politiknya yaitu:
- Tidak bersekutu
dalam konteks konfrontasi timur barat.
- Bersekutu daa
perjuangan arti kolonial
- Tidak terlibat
dalam persekutuam militer multilateral
- Tidak terlibat
dalam persekutuan militer bilateral dengan suatu negara adidaya
- Tidak memberi
tempat pada suatu pangkalan militer suatu negara adidaya
Gerakan
Non Blok juga jangan menghilangkan visi dan jangan disibukkan dengan pertentangan
anggota dan tidak direpotkan oleh percekcokan tentang prioritas dan prinsip dasar GNB disejajarkan dengan wujud
dan cita-cita luhur dari piagam PBB.
Gerakan
Non Blok dalam kepemimpinan Indonesia yang diketuai oleh Presiden Soeharto telah
memperlihatkan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk menemukan kembali
kearah Gerakan Non Blok yang seutuhnya dan berusaha
mengembangkan
usaha-usaha nyata seperti kerjasama selatan-selatan dan selain itu juga
menghidupkan kembali dialog utara-selatan.
Untuk
penyelesaian hutang negara-negara selatan yang dari waktu kewaktu jumlah semakin
membesar dan semakin melilit, Indonesia sebagai negara pemimpin Gerakan Non
Blok dihadapkan pada tantangan-tantangan yang cukup berat.
Penyebabnya
tidak saja diakibatkan oleh kesulitan ekonomi negara-negara maju tetapi juga
dengan semakin umumnya pola menjadikan uang sebagai komoditi. Keduanya
menjadikan dana dunia semakin terbatas dalam situasi seperti ini, mengingat
jumlah Negara selatan sendiri relatif banyak, berarti diantara mereka sendiri
amat mungkin terjadi persainganketat karena masing-masing akan mendahulukan
kepentingan nasionalnya. Terdapat tendensi bahwa Gerakan Non Blok ini telah
bergerak dari gerakan yang bersifat politis menuju gerakan yang bersifat mitra
dan lebih terfokus semula yaitu menentang blok politis yang ada.
Daftar
Pustaka
http://jewushka.wordpress.com/2011/01/13/gerakan-non-blok-salah-satu-fokus-kebijakan-luar-negeri-indonesia/http://id.wikipedia.org/
http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4489303,00.html
http://garuda-bangsa.blogspot.com/2010/03/keanggotaan-gerakan-non-blok-sejak.html
Bagus lengkap banget, sangat membantu terimakasih ^^
BalasHapusWow.. Keren.. Ada semua info yg saya mau cari.. Terimakasih artikelnya.. :)
BalasHapusTerimakasih, sangat membantu:) Good Luck..
BalasHapussangat lengkap trims kasih infonya
BalasHapusPENDAFTARAN BELA NEGARA
BalasHapusKHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Untuk Wali Wali Allah dimana saja kalian berada
Sekarang keluarlah, Hunuslah Pedang dan Asahlah Tajam-Tajam
Api Jihad Fisabilillah Akhir Zaman telah kami kobarkan
Panji-Panji Perang Nabimu sudah kami kibarkan
Arasy KeagunganMu sudah bergetar Hebat Ya Allah,
Wahai Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang
hamba memohon kepadaMu keluarkan para Muqarrabin bersama kami
Allahumma a’izzal islam wal muslim wa adzillas syirka wal musyrikin wa dammir a’da aka a’da addin wa iradaka suui ‘alaihim yaa Robbal ‘alamin.
Wahai ALLAH muliakanlah islam dan Kaum Muslimin, hinakan dan rendahkanlah kesyirikan dan pelaku kemusyrikan dan hancurkanlah musuh-mu dan musuh agama-mu dengan keburukan wahai RABB
semesta alam.
Allahumma ‘adzdzibil kafarotalladzina yashudduna ‘ansabilika, wa yukadzdzibuna min rusulika wa yuqotiluna min awliyaika.
Wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. wahai ALLAH berilah adzab…. orang-oramg kafir yang telah menghalang-halangi kami dari jalan-Mu, yang telah mendustakan-Mu dan telah membunuh Para Wali-Mu, Para Kekasih-Mu
Allahumma farriq jam’ahum wa syattit syamlahum wa zilzal aqdamahum wa bilkhusus min yahuud wa syarikatihim innaka ‘ala kulli syaiin qodir.
Wahai ALLAH pecah belahlah, hancur leburkanlah kelompok mereka, porak porandakanlah mereka dan goncangkanlah kedudukan mereka, goncangkanlah hati hati mereka terlebih khusus dari orang-orang yahudi dan sekutu-sekutu mereka. sesungguhnya ENGKAU Maha Berkuasa.
Allahumma shuril islam wal ikhwana wal mujahidina fii kulli makan yaa rabbal ‘alamin.
Wahai ALLAH tolonglah Islam dan saudara kami dan Para Mujahid dimana saja mereka berada wahai RABB Semesta Alam.
Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin
Wahai Wali-wali Allah Kemarilah, Datanglah dan Berkujunglah dan bergabunglah bersama kami kami Ahlul Baitmu
Al Qur`an adalah manhaj (petunjuk jalan) bagi para Da`i yang menempuh jalan dien ini sampai hari kiamat, Kami akan bawa anda untuk mengikuti jejak langkah penghulu para rasul Muhammad SAW dan pemimpin semua umat manusia.
Hai kaumku ikutilah aku, aku akan menunjukan kepadamu jalan yang benar (QS. Al-Mu'min :38)
Wahai para Ikwan Akhir Zaman, Khilafah Islam sedang membutuhkan
para Mujahid Tangguh untuk persiapan tempur menjelang Tegaknya Khilafah yang dijanjikan.
Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)
Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.
301. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam
302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
- ahli segala macam pertempuran
- ahli Membunuh secara cepat
- ahli Bela diri jarak dekat
- Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan
303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
- Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
- Ahli Pembuat BOM / Racun
- Ahli Sandera
- Ahli Sabotase
304. Pasukan Bendera Hitam
Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam
305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
- ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
- Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
- Ahli enkripsi cryptographi
- Ahli Satelit / Nuklir
- Ahli Pembuat infra merah / Radar
- Ahli Membuat Virus Death
- Ahli infiltrasi Sistem Pakar
Semua Negara adalah Negara Dajjal, sebab itu
Bunuhlah Tentara , Polisi dan semua pendukung negara dajjal dimana saja berada
Disebarluaskan
MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
Syuaib Bin Shaleh
singahitam@hmamail.com
PESAN IMAM MAHDI MENYERU UNTUK PARA IKHWAN
BalasHapusBENTUKLAH PASUKAN MILITER PADA SETIAP ZONA ISLAM
SAMBUTLAH UNDANGAN PASUKAN KOMANDO BENDERA HITAM
Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu
Untuk para Rijalus Shaleh dimana saja kalian berada,
bukankah waktu subuh sudah dekat? keluarlah dan hunuslah senjata kalian.
Dengan memohon Ijin Mu Ya Allah Engkaulah Pemilik Asmaul Husna, Ya Dzulzalalil Matien kami memohon dengan namaMu yang Agung
Pemilik Tentara langit dan Bumi perkenankanlah kami menggunakan seluruh Anasir Alam untuk kami gunakan sebagai Tentara Islam untuk Menghancurkan seluruh Kekuatan kekufuran, kemusyrikan dan kemunafiqan yang sudah merajalela di muka bumi ini hingga Dien Islam saja yang berdaulat , tegak perkasa dan hanya engkau saja Ya Allah yang berhak disembah !
Firman Allah: at-Taubah 38, 39
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu jika dikatakan orang kepadamu: “Berperanglah kamu pada jalan Allah”, lalu kamu berlambat-lambat (duduk) ditanah? Adakah kamu suka dengan kehidupan didunia ini daripada akhirat? Maka tak adalah kesukaan hidup di dunia, diperbandingkan dengan akhirat, melainkan sedikit
sekali. Jika kamu tiada mahu berperang, nescaya Allah menyiksamu dengan azab yang pedih dan Dia akan menukar kamu dengan kaum yang lain, sedang kamu tiada melarat kepada Allah sedikit pun. Allah Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu.
Berjihad itu adalah satu perintah Allah yang Maha Tinggi, sedangkan mengabaikan Jihad itu adalah satu pengingkaran dan kedurhakaan yang besar terhadap Allah!
Firman Allah: al-Anfal 39
Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi, dan jadilah agama untuk Allah.
Peraturan dan undang-undang ciptaan manusia itu adalah kekufuran, dan setiap kekufuran itu disifatkan Allah sebagai penindasan, kezaliman, ancaman, kejahatan dan kerusakan kepada manusia di bumi.
Ketahuilah !, Semua Negara Didunia ini adalah Negara Boneka Dajjal
Allah Memerintahkan Kami untuk menghancurkan dan memerangi Pemerintahan dan kedaulatan Sekular-Nasionalis-Demokratik-Kapitalis yang mengabdikan manusia kepada sesama manusia karena itu adalah FITNAH
Firman Allah: al-Hajj 39, 40
Telah diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, disebabkan mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Iaitu
orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mengatakan: Tuhan kami ialah Allah
Firman Allah: an-Nisa 75
Mengapakah kamu tidak berperang di jalan Allah untuk (membantu) orang-orang tertindas. yang terdiri daripada lelaki, perempuan-perempuan dan kanak-kanak .
Dan penindasan itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan(al-Baqarah 217)
Firman Allah: at-Taubah 36, 73
Perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagai mana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahawa Allah bersama orang-orang yang taqwa. Wahai Nabi! Berperanglah terhadap orang-orang kafir dan munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.
Firman Allah: at-Taubah 29,
Perangilah orang-orang yang tidak beriman, mereka tiada mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tiada pula beragama dengan agama yang benar, (iaitu) diantara ahli-ahli kitab, kecuali jika mereka membayar jizyah dengan tangannya sendiri sedang mereka orang yang tunduk..
Bentuklah secara rahasia Pasukan Jihad Perang setiap Regu minimal dengan 3 Anggota maksimal 12 anggota per desa / kampung.
Bersiaplah menjadi Tentara Islam akhir Zaman sebelum anda dibantai oleh Zionis,Salibis,Munafiq dan Musyrikin
Siapkan Pimpinan intelijen Pasukan Komando Panji Hitam secara matang terencana, lakukan analisis lingkungan terpadu.
Apabila sudah terbentuk kemudian Daftarkan Regu Mujahid
ke Markas Besar Angkatan Perang Pasukan Komando Bendera Hitam
Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu
Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)
email : seleksidim@yandex.com
Dipublikasikan
Markas Besar Angkatan Perang
Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu
Assalamualaikum wr.wb saya andy ingin berbagi cerita kepada anda bahwa dulunya saya ini cuma seorang pengamen jalanan yang pendapatannya tidak seberapa,buat makan saja nda cukup apalagi untuk beli obat buat ibu saya karna belakangan ini ibu saya lagi sakit sakitan jadi saya harus membantin tulang buat ibu saya dan adik saya karna bapak kami pergi meninggalkan kami entah kemana,,saya dapat nomor MBAH Darko dari teman saya..awalnya sih saya ragu tapi nda ada salahnya juga saya coba karna sudah banyak paranormal yang saya hubungi tapi tidak ada yang berhasil malahan cuma uang saya aja yang terkuras habis dan akhirnya saya menghubungi MBAH Darko dan mengikuti 4D nya yaitu 5713 dan alhamdulillah berhasil 085 394 591 995 .!!! Kini kehidupan kami sudah tidak seperti dulu lagi dan akhirnya saya juga sdh punya usaha sendiri dan bagi anda yang ingin seperti saya silahkan HBG MBAH Darko nomor ritual MBAH Darko meman benar2 100tembus
BalasHapus